kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meikarta tak pernah buat perjanjian dengan Relys dan Imperia


Minggu, 08 Juli 2018 / 22:44 WIB
Meikarta tak pernah buat perjanjian dengan Relys dan Imperia
ILUSTRASI. Pembangunan Apartemen Meikarta


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama, pengembang megaproyek Meikarta Sarmauli Simangunsong dari Kantor Hukum Nindyo & Asociates menyatakan pihaknya tak pernah membuat perjanjian dengan PT Relys Trans Logistics dan PT Imperia Cipta Kreasi. Seperti yang dketahui, dua perusahaan ini vendor yang mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Mahkota.

"Kami tidak pernah membuat perjanjian dengan pemohon, makanya pemohon tak punya dasar menagihkan utang kepada klien kami melalui PKPU," jelasnya saat dihubungi KONTAN, Minggu (8/7).

Oleh karenanya, pihak Mahkota menolak tagihan-tagihan yang diajukan oleh Relys dan Imperia dalam perkara bernomor 68/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst yang terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini.

Sebelumnya Direktur Imperia Herman memang mengakui bahwa pihaknya memang tak pernah meneken perjanjian secara resmi. Namun, ia mengaku telah menyusun Rancangan Anggaran Biaya (RAB) atas proyek-proyek yang dikerjakan Imperia. Pun RAB tersebut telah ditandatangani oleh para petinggi Meikarta.

"Kalau di Usaha EO memang tak rumit, bahkan kita biasanya cuma kirim RAB melalui surel saja, dan semuanya dibayar. Apakah RAB tersebut bukan sebuah perjanjian? Karena sebelumnya kota juga sudah dibayar," kata Herman pekan lalu.

Herman juga bilang, sedianya dari total nilai proyek atas promosi Meikarta yang dilakukan oleh Imperia dengan nilai lebih dari Rp 20 miliar, Mahkota telah membayar sekiranya Rp 3 miliar.

Sisanya, kata Herman tak bisa ditagihkan karena ada perubahan mekanisme penagihan dari Mahktoa kepada seluruh vendornya. misalnya untuk melampirkan Surat Perintah Kerja (SPK).

"Nah di pertengahan proyek ada mekanisme yang diubah, untuk penagihan harus disertakan bukti-bukti misalnya Surat Perintah Kerja (SPK), sejak awal kita tak pernah diberi ini oleh Mahkota," lanjut Herman.

Sebaliknya, Herman mengaku justru dimintai untuk membuat draf SPK yang kemudian harus disetor kepada Mahkota. Namun hingga saat ini, SPK yang dibuatnya juga belum dikembalikan oleh Mahkota.

Sementara menanggapi hal ini, Sarmauli menilai RAB tetap tak bisa dijadikan dasar sebagai bentuk perjanjian kerja dua pihak.

"RAB dengan perjanjian kerja itu beda, perjanjian kerja harus menjelaskan siapa para pihak, klausulnya seperti apa? Sementara RAB kan hanya soal budget, dan sebenarnya itu pun kami nilai bermasalah," sambung Sarmauli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×