kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MEA, SBY terbitkan inpres peningkatan daya saing


Senin, 15 September 2014 / 08:02 WIB
MEA, SBY terbitkan inpres peningkatan daya saing
ILUSTRASI. Moms, Kenali Manfaat dan Kandungan Nutrisi Buah Nangka untuk Kesehatan Tubuh


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pelaksanaan liberalisasi pasar ASEAN tinggal setahun lagi. Agar para pelaku usaha di Indonesia siap dalam pasar bebas itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Melalui beleid yang ditandatangani 1 September 2014 lalu itu, Presiden meminta jajaran pemerintahannya serta para gubernur, bupati, dan walikota mengambil langkah-langkah secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk melakukan peningkatan daya saing nasional.

Selain itu, melakukan persiapan pelaksanaan MEA yang berlaku tahun depan. Tapi, kalangan pengusaha menilai persiapan negara kita dalam menghadapi MEA 2015 tak cukup hanya sebatas menerbitkan Inpres.

Natsir Mansyur, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Pemberdayaan Daerah, mengatakan, banyak hal harus dibenahi untuk meningkatkan daya saing nasional. Misalnya, masalah biaya ekonomi tinggi alias high cost yang dialami pelaku usaha. "Biaya tinggi meliputi suku bunga, listrik, bahan bakar minyak, infrastruktur, dan logistik. Dalam 15 tahun terakhir belum terselesaikan," kata Natsir, Ahad (14/9).

Natsir menambahkan, hal penting lain untuk meningkatkan daya saing adalah membenahi konektivitas antardaerah. Indonesia kalah bersaing karena konektivitas antardaerah masih buruk. Bila 17.504 pulau di Indonesia tidak terkoneksi dengan baik dari sisi transportasi maupun telekomunikasi, akan jadi hambatan dalam menghadapi MEA. Menjelang pelaksanaan MEA tahun depan, sektor industri nasional juga punya beberapa pekerjaan rumah lain.

Natsir memberi contoh, kapasitas energi di Indonesia yang masih rendah dibanding negara tetangga di Asia Tenggara. “Indonesia harus mencontoh Laos yang bisa mengekspor energi listriknya ke beberapa negara di Asia Tenggara,” imbuh Natsir.

Toh, menurut Ade Sudrajat, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), industri kita tetap akan sulit bersaing jika MEA 2015 berlaku. “Daya saing Indonesia sudah berantakan, apalagi dari segi listrik. Menurut saya, kita hanya akan menjadi negara konsumen,” tegas Ade.

Karena itu, ada tiga hal yang harus dibenahi Indonesia dalam menghadapi MEA. Pertama, membenahi sektor energi primer yakni kemudahan mendapatkan pasokan listrik. Kedua, meningkatkan sektor pertanian seperti yang dilakukan Thailand dan Vietnam. Ketiga, mengadakan sekolah kejuruan gratis. Hal ini penting agar masyarakat Indonesia punya keahlian dengan sertifikat, sehingga bisa bersaing dengan SDM asing. (Jane Aprilyani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×