Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dalam dua tahun ke depan, didorong oleh penguatan permintaan domestik, stimulus fiskal, serta arus investasi yang semakin solid. Maybank Sekuritas Indonesia memperkirakan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) naik menjadi 5,2% pada 2026 dan 2027, dari proyeksi 5,1% pada 2025.
Sementara inflasi Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 2,8% pada 2026 dan turun kembali ke 2,5% pada 2027, setelah berada di level 1,9% pada 2025. Kenaikan tersebut menurut analis Maybank Sekuritas Indonesia Brian Lee Shun Rong dipicu oleh membaiknya permintaan konsumen dan tekanan harga pangan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan melemah tipis ke level Rp 16.700 pada akhir 2026, sebelum kembali stabil di kisaran Rp 16.600 pada akhir 2027, sama seperti posisi yang diperkirakan pada akhir 2025.
Baca Juga: Kesepakatan Tarif RI–AS Berisiko Gagal, Neraca Dagang dan Ekonomi Berpotensi Tertekan
Menurut Brian, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan sedikit naik menjadi 5,1% pada 2026, dari 5% pada 2025. Pemerintah dinilai akan menambah stimulus fiskal untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang ambisius. Namun dengan ruang fiskal yang terbatas, sebagian anggaran kemungkinan dialihkan dari program-program yang realisasinya rendah.
Belanja pemerintah pada 2026 diperkirakan difokuskan pada program strategis seperti makan gratis untuk pelajar, ketahanan energi, serta swasembada pangan. Bank Indonesia diperkirakan memangkas suku bunga kebijakan sebesar 75 bps menjadi 4% pada 2026.
Meski demikian, transmisi ke sektor riil dinilai masih lemah, terlihat dari pertumbuhan kredit yang hambat dan penurunan suku bunga pinjaman yang terbatas sejak awal 2025. "Kredit diperkirakan mulai meningkat lebih signifikan pada 2026 berkat langkah agresif pelonggaran likuiditas,” kata Brian dalam riset 9 Desember 2025.
Menurut Brian, kondisi pasar tenaga kerja juga masih menjadi hambatan bagi pencapaian target pertumbuhan resmi pemerintah sebesar 5,4%. Pertumbuhan pekerja formal hanya mencapai sekitar 1 juta per Agustus, jauh di bawah pertumbuhan populasi usia kerja yang mencapai 2,8 juta. "Rekrutmen tenaga kerja masih berhati-hati, sementara investasi baru cenderung lebih padat modal,” papar dia.
Potensi relokasi industri padat karya dari China ke Indonesia memang dapat menjadi angin segar bagi penciptaan lapangan kerja. Namun sebagian besar lapangan kerja dari program pemerintah bersifat sementara atau paruh waktu. Kapasitas pemerintah daerah juga terpengaruh oleh pemotongan anggaran transfer daerah hingga 18% pada 2026.
Investasi tetap diproyeksikan tumbuh lebih kuat menjadi 5,1% pada 2026 dari 4,9% pada 2025. Lembaga Dana Abadi Danantara disebut ikut membiayai proyek hilirisasi dan energi terbarukan bersama investor swasta dan dana kedaulatan asing. Pendekatan ini menurut Brian dinilai mampu menarik lebih banyak investasi asing dan mengurangi risiko proyek.
Baca Juga: Kesepakatan Tarif RI–AS Berisiko Gagal, Neraca Dagang dan Ekonomi Berpotensi Tertekan
Upaya diplomasi ekonomi Presiden juga memperluas kerja sama perdagangan, termasuk melalui IEU-CEPA, membuka peluang masuknya lebih banyak FDI. Indonesia berpotensi meraih manfaat dari pergeseran rantai pasok global, dengan meningkatnya minat produsen China untuk berinvestasi. Permintaan energi terbarukan dan kebutuhan impor listrik Singapura juga menjadi tren pendukung.
Ekonomi digital yang berkembang pesat turut mendorong investasi teknologi dan pusat data, termasuk rencana Singapura memperdalam integrasi ekonomi dengan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Meski demikian, iklim investasi masih menghadapi tantangan, dan pemerintah tengah menunggu rincian lebih lanjut dari Satuan Tugas Deregulasi.
Pertumbuhan ekspor barang dan jasa diperkirakan melambat menjadi 6% pada 2026 dari 8% pada 2025. Permintaan elektronik yang stabil dan keuntungan tarif dibandingkan China serta India menjadi penopang.
Namun ekspor komoditas diprediksi melemah akibat permintaan batu bara yang lesu, implementasi biodiesel B50, serta kelebihan pasokan nikel. Defisit transaksi berjalan diperkirakan melebar menjadi sekitar 0,8% dari PDB pada 2026.
Menurut Brian, risiko pelonggaran fiskal membayangi, dengan defisit anggaran berpotensi melampaui batas 3% dari PDB. Prediksi menunjukkan defisit dapat mencapai 2,9%, lebih tinggi dari target resmi 2,7%, seiring pertumbuhan penerimaan pajak yang di bawah target 13%.
Pemerintah mungkin dihadapkan pada pilihan sulit antara memangkas anggaran atau menaikkan batas defisit. Selain itu, potensi munculnya kembali aksi demonstrasi publik dapat mengganggu kepercayaan dan menekan arus investasi.
Baca Juga: ADB Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Menjadi 5%
Selanjutnya: OJK Telah Blokir 30.392 Rekening Terkait Judol
Menarik Dibaca: Promo KFC x Indodana PayLater, Paket Petook Duo Cukup Bayar Rp 10.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













