Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day Sawit Watch meminta pemerintah mencabut Undang-Undang Cipta Kerja untuk memberikan perlindungan bagi seluruh buruh kebun sawit di Indonesia.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan Industri sawit telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, namun sayangnya keuntungan tersebut tidak sejalan dengan kondisi yang dirasakan oleh buruh di perkebunan sawit.
Menurut pemantauan Sawit Watch dengan luasan perkebunan sawit mencapai 25,07 juta hectare (SW, 2022), industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 16,2 juta pekerja, dengan 4,2 jt merupakan tenaga kerja langsung dan 12 juta merupakan tenaga kerja tidak langsung.
Baca Juga: Pasar Masih Lesu Emiten CPO Kembali Hadapi Tantangan Kebijakan DMO Terbaru
"Dimana sebagian besar buruh sawit saat ini masih berada dalam posisi hubungan kerja yang rentan, bahkan diperparah dengan disahkannya kembali UU Cipta Kerja pada Maret 2023 lalu," kata Achmad dalam keteranganya, Senin (1/5).
Achmad menilai UU Cipta Kerja tidak memberikan perlindungan bagi buruh perkebunan sawit. Kehadiran UU Cipta Kerja justru melegalkan praktek hubungan kerja rentan di perkebunan sawit serta menghilangkan kepastian kerja, kepastian upah, hingga kepastian perlindungan sosial dan kesehatan.
Hal ini mengakibatkan semakin banyak buruh prekarius di perkebunan sawit, yang mayoritas adalah perempuan.
Menurutnya, kehadiran UU Cipta Kerja akan melegitimasi praktik hubungan kerja rentan sebagaimana selama ini telah dipraktikkan di perkebunan sawit. Praktek kerja outsourching diakomodir dalam regulasi ini, hal tersebut sangat merugikan buruh kebun sawit karena menyebabkan ketidakpastian hubungan kerja.
Dengan UU Cipta Kerja perusahaan kapan saja bisa mem-PHK buruh dengan alasan rugi dengan pesangon yang kecil.
"Untuk itu Sawit Watch menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak memenuhi kebutuhan buruh perkebunan sawit. Kami menuntut agar UU Cipta Kerja agar dicabut karena akan sangat merugikan bagi kelompok buruh di perkebunan sawit," ungkap Achmad
Spesialis Perburuhan Sawit Watch, Zidan mengatakan, sebagai salah sektor unggulan dengan permintaan dari luar negeri yang cukup besar, seharusnya buruh perkebunan sawit bekerja dengan upah layak, status permanen, dan dilindungi oleh jaminan sosial.
"Namun faktanya masih banyak perkebunan sawit mempekerjakan buruh dengan status buruh harian lepas,” kata Zidan.
Zidan menilai kondisi yang dialami buruh sawit saat ini, penting adanya sebuah regulasi yang memberikan perlindungan bagi buruh sawit.
"Perlu regulasi yang mengakomodir kepastian kerja, sistem pengupahan layak, jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, mekanisme perlindungan K3 dan perlindungan terhadap kebebasan berserikat," ungkap Zidan.
Baca Juga: Ada Perubahan Kebijakan DMO, Cermati Prospek Emiten CPO
Lebih lanjut, Peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2023, diharapkan dapat menjadi momen refleksi dan koreksi untuk mewujudkan langkah-langkah konkret untuk perbaikan kondisi buruh kedepan.
"Sudah selayaknya buruh sawit sebagai pejuang devisa negara mendapatkan perlindungan, jaminan serta posisi yang layak dalam sebagai salah satu parapihak yang mendorong pegembangan industri sawit saat ini,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News