Sumber: KONTAN | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Tidak puas dengan hasil putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Marubeni Corporation mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait sengketa kewajiban utang-piutang PT Sweet Indolampung pada 1993.
Andika Yudistira, kuasa hukum Marubeni, menyatakan, kliennya mengajukan banding karena pertimbangan putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat tidak tepat. Contoh, putus-an mengacu pada bukti-bukti fotokopi yang disampaikan Sweet Indolampung soal master of settlement and acquisition agreement (MSAA) tanpa mempertimbangkan bukti asli dari Marubeni soal adanya tagihan utang.
"Mana mungkin bukti asli dikalahkan bukti fotokopi," jelasnya, akhir pekan lalu. Di samping itu, Marubeni juga kecewa dengan sikap majelis hakim yang merujuk pada MSAA. Padahal, menurut Andika, baik Marubeni maupun Sweet Indolampung bukanlah pihak yang terlibat dalam perjanjian ini.
Sweet Indolampung sendiri menanggapi dingin upaya banding yang diajukan Marubeni. "Upaya banding itu adalah hak mereka," kata Marx Andryan, kuasa hukum Sweet Indolampung.
Meski demikian, Marx menegaskan, putusan pengadilan sudah benar dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Sweet Indolampung, termasuk ketentuan dalam MSAA. Ketentuan itu mengatur, seluruh perusahaan dan aset yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) harus bersih dari utang dan jaminan atau free and clear. Karena itu, kreditur seharusnya mengajukan tagihan ke obligor BLBI, yakni Grup Salim atau ke BPPN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News