Reporter: Umar Idris | Editor: Umar Idris
JAKARTA. Putusan Mahkamah Agung kembali mendapat sorotan masyarakat. Yang terbaru ialah putusan kasasi terhadap Koh Seng Seng, konsumen yang menulis surat pembaca di media massa. Dalam putusan No. 483 K/Pdt/2010, MA menghukum Seng Seng untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp 1 miliar secara tunai kepada pengembang.
Keputusan MA ini dibuat dalam rapat majelis Hakim Agung pada 4 Januari 2012 yang dihadiri oleh H.M Imron Anwari, selaku Ketua Muda Peradilan Militer sebagai ketua majelis, H. Suwardi, SH, MH dan Timur P. Manurung selaku anggota dibantu Misnawati selaku Panitera Pengganti. Kabar tentang putusan ini diterima oleh Seng Seng dan kuasa hukumnya, Selasa kemarin (23/1).
"Kami menilai putusan tersebut tidak adil dan hanya sepihak, serta membunuh rasa keadilan bagi warga negara yang hanya mengeluh untuk mencari solusi atas apa yang dirasakan oleh warga negara tentang status tanah," kata Nawawi Bahruddin, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, kuasa hukum Koh Seng Seng, dalam siaran pers.
Menurut LBH Pers, majelis hakim kasasi tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan alasan atau dalil kontra kasasi dari Khoe Seng Seng. Hakim hanya memberikan risalah bahwa yang berbunyi Khoe Seng-Seng selaku termohon kasasi telah mengajukan jawaban atas Memori Kasasi tanggal 9 desember 2009 yang tercantum pada halaman 33 putusan . Tidak ada kata atau kalimat lain yang dijadikan alasan majelis hakim Agung untuk menolak dalil termohon kasasi atas dalil penerapan hukum yang salam oleh majelis PN Jakarta Utara. Bahkan dalam putusan tersebut hanya sebatas membenarkan alasan pemohon kasasi, yakni PT. Duta Pertiwi.
Catatan LBH Pers, majelis hakim yang sama, bersama dengan paniteranya, juga pernah memutus perkara pidana Hillary Khimezie, warga negara Nigeria yang divonis hukuman mati namun dibatalkan di MA dengan putusan hukuman penjara 12 tahun penjara. Putusan tersebut juga menjadi perbincangan ramai di media masa dan dinilai janggal oleh masyarakat.
LBH Pers menyatakan putusan kasasi terhadap Koh Seng Seng cermin ketidak adilan yang diberikan oleh majelis hakim Agung. "Masyarakat akan takut menulis surat pembaca, ini berarti hak berpendapat masyarakat dikebiri oleh MA," kata Sholeh Ali, Wakil Direktur LBH Pers. Sebelumnya, dalam perkara surat pembaca, MA menolak gugatan terhadap Winny, konsumen yang juga rekan Koh Seng Seng yang menulis surat pembaca di media massa.
Koh Seng Seng mengeluh atas status tanah yang dibelinya berupa Ruko di ITC Mangga dua Jakarta Utara yang tercatat dan dinnilai diakui status tanahnya HGB oleh pengembang, ternyata tanah ruko itu statusnya HPL milik pemda DKI Jakarta. Keluhan yang dimuat pada surat pembaca Koran Sore Suara Pembaruan dan Koran Harian Kompas . Hal ini sungguh menjadi keprihatinan bagi warga negara untuk mendapat keadilan di depan hukum. Hak berpendapat dan hak menyampaikan informasi bagi warga negara belum mendapat jaminan dari negara dalam hal ini penegak hukum khususnya hakim Agung perkara ini.
Pada awal surat pembaca yang dibuatnya, pihak Pengembang Ruko tersebut, PT.Duta Pertiwi (Sinar Mas Group) telah melaporkan Hoe Seng-Seng dan beberapa rekannya sesama pembeli dan penghuni Ruko ITC mangga dua itu ke Mabes Polri, atas pencemaran nama baik karena membuat surat pembaca yang dimuat di koran Sore Suara pembaruan dan Harian Kompas. Laporan pidana itu berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Khoe Seng Seng dihukum 6 bulan dengan masa percobaan satu tahun, sebagaimana amar putusan pengadilan Negeri tersebut.
Sebelum kasus pidananya berproses di Pengadilan PT Duta Pertiwi (Sinar mas group) juga mengugat secara perdata terhadap Khoe Seng-Seng ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas obyek surat pembaca yang sama, dengan tuntutan ganti rugi immateriil Rp 17 milyar. Tuntutan ini dikabulkan dengan menghukum ganti rugi terhadap Koh Seng Seng sebesar Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri itu. Seng Seng tidak puas sehingga melalaui LBH Pers sebagai kuasanya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada putusan banding Seng Seng dimenangkan sehingga putusan pengadilan negeri Jakarta utara dibatalkan. Namun pihak PT Duta Pertiwi mengajukan kasasi ke MA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News