kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Luhut: Indonesia kolaborasi dengan negara produsen CPO lainnya lawan Komisi Eropa


Jumat, 22 Maret 2019 / 21:18 WIB
Luhut: Indonesia kolaborasi dengan negara produsen CPO lainnya lawan Komisi Eropa


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terhitung sejak 13 Maret 2019 lalu, Komisi Eropa mengeluarkan regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change).

Kebijakan tersebut dinilai mendiskriminasi kelapa sawit yang berasal dari Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi mengaku sangat kecewa terhadap kebijakan tersebut. Mengingat hubungan Indonesia dengan Uni Eropa sudah berjalan lama dan baik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan industri kelapa sawit telah berdampak positif untuk menurunkan angka kemiskinan.

Namun menurutnya, dengan adanya diskriminasi terhadap industri ini akan menimbulkan dampak yang begitu hebat. Terutama bagi petani kecil.

Luhut menegaskan, Indonesia adalah negara yang berkembang dan mempunyai potensi yang bagus. Sehingga, tidak ada toleransi terhadap diskriminasi kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa.

“Jika kita didiskriminasikan begini dan hampir sekitar 20 juta rakyat kita terutama petani kecil ikut terdampak, tentu kita akan bereaksi. Apalagi kita bukan negara miskin, kita negara berkembang dan punya potensi yang bagus. Tidak ada toleransi. Ini untuk kepentingan nasional,” kata Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangannya, Jumat (22/3).

Untuk menghadapi diskriminasi tersebut, pemerintah Indonesia telah meminta dukungan penuh dari dunia usaha asal Uni Eropa, untuk menyampaikan keprihatinan Indonesia kepada pemerintahan negara-negara UE melalui investor terkait tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit.

Dia menjelaskan, pemerintah akan terus melakukan kolaborasi dengan negara produsen kelapa sawit dalam CPOPC dan ASEAN. Tidak hanya itu, pemerintah juga terus mempromosikan keberlangsungan kelapa sawit, serta mencari dukungan untuk melawan diskriminasi tersebut.

“Indonesia pun akan terus berkolaborasi dengan negara-negara produsen kelapa sawit dalam kerangka organisasi CPOPC dan ASEAN. Tidak hanya untuk mempromosikan keberlanjutan kelapa sawit, tetapi juga untuk mendorong posisi bersama melawan aksi diskriminatif Komisi Eropa,” ujarnya.

Lebih lanjut, imbuhnya, Indonesia akan melakukan kerja sama untuk menghentikan pengesahan Delegated Act RED II yang jelas-jelas telah mendiskriminasi kelapa sawit asal Indonesia.

“Pemerintah pun terus bekerja bersama untuk menghentikan proses pengesahan Delegated Act RED II yang secara jelas mendiskriminasi kelapa sawit dari minyak nabati lainnya. Dengan demikian, kemitraan dan persahabatan Indonesia – UE dapat terjaga, mengingat saat ini justru kedua pihak sedang berusaha memperluas dan meningkatkan hubungan melalui kerja sama Indonesia-Uni Eropa CEPA,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×