Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Mesti Sinaga
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukkam) Luhut B Pandjaitan cukup tenang menghadapi persidangan etik Mahkamah Dewan Kehormatan (MKD) yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto.
Mantan jenderal ini dihadirkan sebagai saksi kasus tersebut karena namanya disebut 66 kali dalam skandal pencatutan nama atas saham PT Freeport Indonesia dan pembangkit listrik di Papua.
Meskipun sudah mampu menghadirkan Luhut, persidangan etik MKD berjalan alot. Masing-masing anggota dari berbagai fraksi punya cara pandang berbeda dalam mengajukan pertanyaan ke saksi.
Misalnya saja, anggota MKD asal Fraksi Gerinda dan Fraksi Partai Golkar yang bertanya soal kepantasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang mengirimkan surat ke Freeport soal upaya memberikan perpanjangan kontrak. Ataupun izin ekspor terkait dengan UU Nomor 4/2019 tentang Mineral dan Batubara.
Di sisi lain, anggota MKD asal Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, dan Fraksi Hanura mempertanyakan kepantasan Setya Novanto selaku Ketua DPR RI yang ikut campur dalam proses renegosiasi kontrak Freeport.
Luhut hanya menjawab dengan santai sejumlah pertanyaan dari anggota MKD tersebut. Sering kali, jawabannya pun sangat normatif.
"Saya belum membaca lengkap," kata Luhut ketika ditanya anggota MKD Supratman dari Fraksi Gerindra soal potensi pelanggaran UU Minerba terkait kebijakan yang dikeluarkan kepada Freeport, Senin (13/12).
Luhut juga enggan berkomentar panjang ketika Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Sidang MKD mempertanyakan mengenai perlu tidaknya persetujuan Presiden Jokowi ketika Sudirman Said memberikan laporan ke MKD soal dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto.
Menurut Luhut, terkait hal tersebut sebaiknya dijelaskan secara pribadi dan bukan dalam sidang terbuka.
Dalam persidangan itu pula Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir asal Fraksi Partai Golkar justru menuding bahwa sumber kegaduhan skandal saham Freeport dan pembangkit listrik bukan karena Setya Novanto, melainkan karena upaya Sudirman Said memberikan perpanjangan kontrak mamupun memberikan izin ekspor kepada Freeport.
"Saya pikir sudah clear, yang menuduh itu sudara Sudirman," kata Kahar
Anggota MKD Sukiman asal Fraksi PAN mengatakan, hal tersebut merupakan pendapat pribadi Kahar dan bukan dari MKD. Menurut dia, pihaknya masih berharap sidang kode etik ini akan berlanjut dengan menghadirkan Riza Chalid serta diperolehnya rekaman yang asli.
Hadirnya Luhut sebagai saksi merupakan terobosan bagi mahkamah dalam menuntaskan sidang kode etik ini. "Sudah ada pengakuan dirinya marah karena namanya disebut-sebut dalam rekaman," kata Sukiman.
Anggota MKD Ahmad Bakri yang juga dari Fraksi PAN dalam sidang memohon Menkopolhukkam untuk bisa membantu MKD meraih bukti rekaman asli serta memfasilitasi untuk menghadirkan Riza Chalid dalam sidang. Tujuannya, untuk membantu memperjelas penuntasan kasus ini.
Sementara itu, anggota MKD Akbar Faisal dari Fraksi Nasdem mempertanyakan kejelasan renegosiasi kontrak Freeport apakah menjadi kewenangan pemerintah atau juga jadi tugas DPR RI. Luhut menjawab, hal itu merupakan kewenangan penuh eksekutif.
Namun, saat Akbar menanyakan kepantasan seorang Ketua DPR RI turut campur atas tugas pemerintah, Luhut enggan memberikan tanggapan.
"Saya tidak mengadili orang sehingga akan membuat presepsi, kalau nanti ada keputusan MKD ini baru saya jawab. Saya jangan didorong-dorong," kata Luhut.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya menargetkan hasil sidang MKD sudah bisa diputuskan sebelum sidang masa reses pada 18 Desember 2015. "Setelah persidangan saksi, kami akan bahas dirapat internal," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News