kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lion Air Minta Kemenhub Naikkan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat, Ini Alasannya


Rabu, 29 Juni 2022 / 13:54 WIB
Lion Air Minta Kemenhub Naikkan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat, Ini Alasannya
ILUSTRASI. President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi. Lion Air Minta Kemenhub Naikkan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat, Ini Alasannya.


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Lion Air mengaku kesulitan mendapat keuntungan di tengah kenaikan harga bahan bakar avtur, bahkan meskipun pesawat terisi penuh keuntungan belum tentu bisa didapatkan. 

President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi buka-bukaan di hadapan Komisi V DPR RI pada Selasa (28/6/2022) terkait kendala-kendala yang dihadapi perusahaan, sehingga kesulitan mendapatkan keuntungan di masa pandemi. 

Oleh karenanya, dia meminta agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan Tarif Batas Atas (TBA) tiket pesawat, terutama di rute-rute tertentu agar maskapai bisa mendapatkan keuntungan. 

"Kami coba untuk patuh kepada regulasi, bahkan rute-rute yang memang di-TBA-nya kami tidak bisa untung 100%. Kalau ini kami dipaksakan untuk bisa mengikuti TBA, otomatis kami mungkin sama dengan yang lainnya, tidak sanggup untuk menjalankan rute tersebut," ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Selasa (28/6/2022). 

Baca Juga: Tambah Rute Baru, Pelita Air Terbang Perdana Jakarta-Yogyakarta-Jakarta

Dia juga meminta regulator untuk memasukkan biaya perawatan dan sparepart pesawat sebagai unsur tambahan penentu tarif tiket pesawat dan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019. 

"PM 20 tahun 2019 dikeluarkan saat sebelum pandemi di 2020 sehingga banyak sekali revisi atau paling tidak direview yang harus dilakukan sehingga paling tidak cost operational pesawat itu bisa kita readjust. Karena memang alat utama bisnis penerbangan adalah pesawat sehingga komponen-komponen ini yang memang harus kita sama-sama pertimbangkan khususnya dengan stakeholder," jelasnya. 

Dia menyebut, apabila kedua hal tersebut tidak diubah oleh pemerintah, maka maskapai akan mengurangi rute-rute yang tidak menguntungkan perusahaan. 

"Jika ini tidak terpenuhi maka kita tidak bisa menjalankan rute tersebut. Bali-Lombok juga sangat rawan karena memang dari sisi flight time-nya sudah berubah. Ini kalau tidak bisa di-review kembali, maka kita bahkan bukan kita saja tapi operator penerbangan lainnya juga tidak mau atau tidak sanggup untuk menjalankan," tambahnya.

Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Mahal, Ini Respons Kemenhub

Dia memaparkan kendala-kendala yang dialami Lion Air sehingga meminta pemerintah untuk menaikkan tarif batas atas tiket pesawat dan menambah unsur penentu tarif pesawat, yaitu: 

1. Biaya sparepart pesawat yang dibayar menggunakan dollar AS mahal 

Daniel mengatakan, biaya komponen sparepart pesawat saat ini masih sangat tinggi karena dibayar menggunakan dollar AS. 

Padahal selama pandemi Covid-19, biaya perawatan pesawat ini sudah meningkat akibat penyedia material dan bahan untuk perawatan pesawat banyak yang tutup. 

Hal ini membuat maskapai kesulitan untuk bangkit kembali setelah sempat terhenti operasionalnya saat pemerintah menetapkan pembatasan perjalanan. 

Oleh karenanya, dia meminta regulator atau Kementerian Perhubungan untuk merevisi biaya tambahan yang dimasukkan ke dalam unsur penentu tarif tiket pesawat yang diatur di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019. 

"Setelah masa pandemi, kami memang sudah mulai bangkit walaupun kebangkitan kami juga memerlukan dukungan dari seluruh stakeholder mengingat cost dollar AS yang masih sangat tinggi. Di mana komponen di dalam PM 20 tahun 2019 mengenai biaya baik itu biaya langsung atau tidak langsung, komponen yang harus kita bayar, material, sparepart, termasuk transportasi dan logistik itu masih sangat mahal sekali," jelasnya. 

2. Harga avtur tinggi 

Berdasarkan paparan Ditjen Perhubungan Udara dalam rapat tersebut, diketahui harga avtur domestik naik 39% untuk rata-rata di Juni menjadi Rp 17.753 per liter dari rata-rata di Januari Rp 12.717 per liter. 

Sementara, jika dibandingkan rata-rata harga di tahun 2019 yang sebesar Rp 10.845 per liter, harga avtur saat ini mengalami kenaikan 64%.

Di tengah gejolak kenaikan harga avtur tersebut, Daniel bilang, maskapai kesulitan mendapatkan informasi terkait kenaikan harga avtur sehingga sulit mengkalkulasi komponen tarif yang akan diterapkan. 

Baca Juga: Bersiap Harga Tiket Pesawat Bakal Lebih Mahal, Ini Penyebabnya

"Untuk mendapatkan informasi mengenai minyak atau avtur itu kita memang harus intens komunikasi dengan regulator dalam hal ini untuk paling tidak kita bisa menghitung seperti negara-negara lain sudah lakukan terhadap harga minyak," ucapnya. 

3. Maskapai sulit mendapat untung 

Dia menjelaskan, peningkatan lalu lintas udara yang mempengaruhi durasi tempuh pesawat membuat maskapai mengeluarkan biaya operasional lebih tinggi.

Misalnya di rute Cengkareng-Tanjung Karang sebelum pandemi durasi tempuhnya hanya 35 menit namun karena adanya peningkatan trafik lalu lintas durasi tempuhnya menjadi 50 menit - 60 menit. 

"Ada rute dari Pontianak ke Putussibau itu juga harga tiketnya tidak bisa kita ambil untung. Dengan kondisi 100% pun itu kita juga masih belum mendapatkan profit, bahkan penuh pun belum bisa," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sulit Dapat Untung, Lion Air Minta Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Dinaikkan"
Penulis : Isna Rifka Sri Rahayu
Editor : Akhdi Martin Pratama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×