kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Lifting migas bisa tergerus gross split


Jumat, 19 Mei 2017 / 10:09 WIB
Lifting migas bisa tergerus gross split


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Target produksi (lifting) minyak dan gas (migas) Indonesia berpotensi semakin melorot pada tahun ini dan periode mendatang. Pasalnya, investasi di sektor migas terus menyusut. Pengusaha menyalahkan pemerintah atas hal ini karena salah mengambil kebijakan.

Kritik itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani di Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition di Jakarta, Rabu (18/5). Menurutnya, skema gross split dalam investasi migas justru menjadi disinsentif bagi pengusaha. Pasalnya, tingkat pengembalian yang tergambar dalam internal rate of return (IRR) relatif kecil.

"Skema investasi ini bukan sesuatu yang buat kita semangat. Di akhir, kita selalu berbicara mengenai IRR pengembalian yang cukup besar. Ini sepertinya tidak dipertimbangkan pemerintah," kata Hariyadi.

Pengusaha akan tertarik berinvestasi di suatu negara jika IRR yang ditawarkan tinggi. Dengan skema gross split, Hariyadi yakin, investasi di sektor migas tidak akan berkembang. "Apakah kita (sektor migas) sudah menarik? Apa kebijakan kita sudah betul-betul menarik? Saya tidak lihat seperti itu. Buktinya, sekarang tanggapan investor sangat rendah. Investasi makin melemah. Padahal sektor migas paling membutuhkan investor," tambahnya.

Oleh karena itu, pemerintah harus meninjau kembali skema gross split. Sebab, jika tidak ada investasi migas yang masuk ke Indonesia, maka jangka panjangnya adalah ketersediaan energi nasional.

Apalagi selama ini lifting migas cenderung melemah. Tahun 2012, lifting minyak mencapai 860.000 barel per hari (bph), turun jadi 825.000 bph tahun 2013, 2015 794.000 bph, dan 778.000 bph. "Kita harus berpikir jangka panjang untuk cadangan sektor energi kita. Kalau kita tidak melakukan langkah komprehensif akan ada masalah, kami sebagai end user akan menghadapi masalah," tandas Hariyadi.

Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Anggaran Kemkeu, Mariatul Aini yang hadir di acara tersebut menilai, skema gross split memberikan keuntungan bagi negara. Ini sudah terbukti pada kontrak blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi (PHE) berubah dari cost recovery ke gross split. "Kami melihat ada peningkatan penerimaan negara," kata Aini, panggilan akrabnya.

Tak hanya penerimaan negara, menurut data Kemkeu, cost recovery juga selalu membengkak setiap tahun. Bahkan lebih besar dari pagu yang ditetapkan dalam APBN. Misal, pada 2012, pagu dalam APBN hanya US$ 12,3 miliar, tapi realisasinya mencapai US$ 15,6 miliar. Pada 2016 lalu, realisasi mencapai US$ 11,6 miliar, padahal hanya dianggarkan US$ 8,9 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×