CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   -35.000   -2,31%
  • USD/IDR 15.800   -121,00   -0,77%
  • IDX 7.322   55,53   0,76%
  • KOMPAS100 1.120   5,81   0,52%
  • LQ45 885   5,41   0,62%
  • ISSI 222   1,93   0,88%
  • IDX30 453   1,57   0,35%
  • IDXHIDIV20 545   1,27   0,23%
  • IDX80 128   0,70   0,54%
  • IDXV30 137   1,60   1,18%
  • IDXQ30 151   0,42   0,28%

Lebih dari 14 juta suara Pileg 2014 rusak


Sabtu, 10 Mei 2014 / 09:50 WIB
Lebih dari 14 juta suara Pileg 2014 rusak
ILUSTRASI. Infeksi Saluran Kemih


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Perbandingan antara klaim Komisi Pemilihan Umum tentang partisipasi pemilih dengan jumlah suara sah dan pemilik hak pilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2014 mendapatkan angka lebih dari 14 juta suara tidak masuk rekapitulasi sebagai suara sah. Ada apa?

"Menjawab pertanyaan soal partisipasi, (angkanya) mencapai 75,11 persen," ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik pada penutupan rapat pleno penetapan hasil Pemilu 2014 di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Sabtu (10/5) dini hari.

Situs KPU memuat beragam versi angka jumlah pemilih dalam DPT untuk Pemilu Legislatif 2014. Salah satu versi yang kerap dirujuk, jumlah pemilih mencapai 185.826.024 orang. Menyandingkan data ini dengan klaim angka partisipasi pemilih dari KPU, maka pemilih yang menggunakan hak pilih mencapai 139.573.927 orang.

Sementara itu, dua keputusan KPU tentang hasil rekapitulasi suara Pemilu Legislatif 2014, menyebutkan total suara sah adalah 124.972.491 suara. Dari konversi jumlah pemilih berdasarkan klaim partisipasi dan total suara sah ini, terdapat selisih 14.601.436 suara yang tak masuk dalam perhitungan suara sah nasional.

Jumlah suara tak masuk rekapitulasi suara sah ini setara dengan 7 persen jumlah pemilih dalam DPT di atas. Bila disandingkan dengan klaim partisipasi pemilih, suara yang tak masuk dalam perhitungan rekapitulasi suara sah tersebut setara dengan 10 persen pemilih yang memberikan suara.

Golput plus rusak..

Dengan perhitungan baru ini, maka bantahan soal hak pilih yang tak termanfaatkan menjadi tanda tanya baru. Sebelumnya, anggota KPU Sigit Pamungkas berpendapat angka partisipasi Pemilu Legislatif 2014 ini merupakan capaian luar biasa.

Sigit pun berpendapat, angka pemilih yang tak menggunakan hak pilih alias "golput" sebesar 24,89 persen bukanlah angka yang tinggi. (Baca: "KPU: Golput 24,89 Persen Tidak Tinggi").

Namun, andai suara yang tak terakumulasi sebagai suara sah ini adalah "kesengajaan" alias bentuk lain dari "golput", maka total angka pemilih tak menggunakan hak pilih atau setidaknya hak pilih yang tak terkonversi menjadi suara sah dalam pemilu legislatif mencapai 31,89 persen.

Bukan barang baru bila bagi masyarakat melek politik, penggunaan hak pilih tidak menjamin mereka memilih calon tertentu. Di media sosial, misalnya, kalimat semacam "saya coblos semuanya, biar adil" bukan lagi barang langka. Kekhawatiran hak pilih disalahgunakan ketika tak dipakai sama sekali, juga menjadi motif bagi para "pencoblos yang adil" ini.

Paling parah

Suara ketidakpuasan dari partai politik atas hasil Pemilu Legislatif 2014 sudah terdengar sejak pemungutan suara digelar pada 9 April 2014. Begitu hasil rekapitulasi suara ditetapkan KPU, Jumat malam, ketidakpuasan itu pun terus terdengar.

Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy memastikan 46 sengketa akan diajukan partainya ke Mahkamah Konstitusi terkait pemilu legislatif ini. Adapun Wasekjen PDI-P Erico Sotarduga pun mengaku bingung atas hasil rekapitulasi suara.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Dradjad Hari Wibowo, mengatakan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 jauh dari memuaskan. "Masih kalah dibandingkan (Pemilu) 2004 dan 2009," kata dia, Sabtu pagi.

Dradjad mengatakan banyak terjadi salah hitung di tempat pemungutan suara. "Ada petugas di TPS yang menghitung pemberian suara untuk partai dan caleg dari partai yang sama sebagai dua suara," papar dia merujuk pembolehan pemilih mencoblos lambang partai dan nama caleg dari partai yang sama sebagai suara sah.

Kesalahan klasik akibat teknik pelipatan surat suara, kata Dradjad, juga masih terjadi. "Ada pemilih di kampung-kampung salah nyoblos, tembus ke lipatan lainnya," imbuh dia. Belum lagi banyak kasus salah kirim surat suara, yang tak hanya beda daerah pemilihan tetapi hingga beda provinsi.

Sekian banyak deretan "kekacauan" dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 ini, sebut Dradjad, pada akhirnya berkontribusi pada rusaknya surat suara dan tak dihitungnya coblosan pemilih sebagai suara sah.

Belum lg pelipatannya yg membuat pemilih di kampung2 salah nyoblos, krn tembus ke lipatan lainnya. Lalu ada kasus salah kirim kertas suara, malah beda provinsi.

Ada jg kasus salah memaketkan kertas suara antara DPR dan DPRD. Bnyak kesalahan yg akhirnya berkontribusi thd rusaknya kertas suara. "Padahal jumlah partai (peserta Pemilu 2014) jauh di bawah (Pemilu) 2009. Kacau memang."

Angka ini dinyatakan melampaui target dan melebihi capaian pada Pemilu Legislatif 2009.

“Target partisipasi kita kan 75 persen. Dengan jumlah partisipasi seperti yang kita ketahui itu adalah keberhasilan yang luar biasa,” kata anggota KPU Sigit Pamungkas usai rekapitulasi suara nasional di Gedung KPU, Sabtu (10/5) dini hari.

Dari hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legislatif 2014, KPU menyebutkan suara sah mencapai 124.972.491 suara. KPU tidak menyebutkan jumlah suara rusak atau tak sah. Adapun  daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu Legislatif 2014 mencantumkan jumlah pemilih adalah 185.826.024 orang.

Bila angka partisipasi yang disebutkan KPU sahih, maka dengan merujuk angka DPT jumlah pemilih yang memakai hak pilihnya adalah 139.573.927 orang. Bila asumsi ini benar, maka suara rusak atau tidak sah dalam Pemilu Legislatif 2014 mencapai 14.601.436 suara.

Pada Pemilu Legislatif 2009, partisipasi pemilih dinyatakan mencapai 70 persen. “Sebenarnya jika sama dengan pemilu lalu saja sudah merupakan keberhasilan, ini malah melampaui,” kata Sigit.

Sigit menilai, keberhasilan pelaksanaan pemilu legislatif tidak terlepas dari kontribusi partai politik dan elemen masyarakat yang saling bekerja sama. Partai politik dan caleg selama ini telah bekerja maksimal dengan mendatangi lumbung-lumbung suara.

“Gaya kampanye yang tidak lagi menyebar gambar tetapi dengan cara datang ke rumah atau terjun ke kantong massa itu membantu meningkatkan partisipasi,” ujar Sigit. Menurut dia, gaya komunikasi seperti itu cukup efisien karena masyarakat akan merasa lebih dekat dengan calon yang akan dipilihnya. (Palupi Annisa Auliani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×