Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, penerapan kebijakan larangan ekspor bagi bahan baku minyak goreng yaitu RBD Palm Olein belum tentu dapat menurunkan harga minyak goreng (migor) di domestik.
"Karena produsen akan kompensasi hilangnya pendapatan ekspor RBD olein dengan meningkatkan marjin keuntungan minyak goreng khususnya kemasan. Jadi harga minyak gorengnya akan sulit turun," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (27/4).
Dimana kenaikan harga CPO di pasar internasional juga terjadi merespons dari pelarangan ekspor RBD Olein tersebut. "Kalau dicabut, harga sudah terlanjur tinggi dan akan menjadi acuan harga jual minyak goreng baru," paparnya.
Baca Juga: Apkasindo Minta Pabrik Kelapa Sawit Patuhi Regulasi Harga TBS Petani
Produsen juga dinilai akan bisa mengurangi stok RBD Palm olein yang berlimpah dengan sengaja tidak memprosesnya dan hanya fokus pada produk turunan CPO lainnya.
Maka Bhima mempertanyakan, siapa yang akan menanggung ekses kelebihan pasokan RBD olein? Pasalnya pengusaha dinilai tidak akan mau mengambil risiko dengan menumpuk stok di gudang, karena ada biaya tambahan.
Maka Bhima menyebut perlu ada evaluasi kembali dari kebijakan larangan ekspor tersebut. Adapun ia mengatakan pemerintah dapat menaikkan pungutan ekspor CPO lebih tinggi untuk berikan dis-insentif bagi pengusaha yang porsi ekspornya terlalu tinggi.
Lantaran, sejauh ini pungutan ekspor CPO masih terbilang rendah, sehingga disparitas harga jual ekspor dan di dalam negeri masih terlalu jauh. Kemudian cara lain pemerintah juga dapat menaikkan bea keluar CPO.
Baca Juga: Harga TBS Kelapa Sawit Terjun Bebas, Ini yang Diminta Serikat Petani Indonesia (SPI)
"Intinya ada mekanisme yang bisa digunakan bukan dengan melakukan proteksionisme seperti melarang total ekspor RBD olein. Ngga akan efektif. Mau shock therapy justru rugikan petani," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News