Reporter: Yohan Rubiyantoro |
JAKARTA. Warga korban lumpur Lapindo dan badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) benar-benar dibuat jengkel oleh PT Minarak. Akibat ulah anak perusahaan Bakrie ini ribuan korban menderita. Sebab perusahaan itu tak kunjung membayar 20 % ganti rugi kepada warga dari desa Reno Kenongo, Kedung Bendo, Penjarakan, dan Besuki.
Akibatnya, kegiatan BPLS untuk membendung semburan lumpur pun mandek total. Sebab warga menghalang-halangi BPLS membangun tanggul sebelum warga memperoleh ganti rugi dari PT Minarak. "Kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi di sana, Lapindo harus melunasi ganti rugi, barulah warga memperbolehkan kami bekerja kembali membangun tanggul," kata Sekretaris BPLS Adi Sarwoko usai bertemu dengan perwakilan warga korban lumpur.
Adi mengatakan, BPLS sudah sejak lama mendesak PT Minarak Lapindo untuk menyelesaikan hutangnya kepada warga korban lumpur, namun permintaan tersebut tidak digubris. "kami sudah mendesak-desak dari dulu, tapi ya buktinya warga masih demo, berarti kan belum juga dibayar," katanya. Padahal, lanjut Adi, BPLS harus terus-menerus membangun tanggul untuk membendung semburan lumpur. Pasalnya, semburan lumpur mencapai100.000 meter per kubik setiap hari
Sebelumnya, perwakilan warga Lumpur Lapindo dijanjikan bertemu dengan Menteri PU Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, dan BPLS di Kantor Komnas HAM Senin (17/11). Namun, dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Komnas HAM tersebut, Menteri PU dan Mensos hanya mengirimkan perwakilannya saja. Juru Bicara Warga Sidoarjo Hari Suwardi mengatakan, Menteri PU berjanji akan menemui mereka hari Selasa (18/11) ini. "Kami minta pemerintah bertindak tegas, kalau tidak kami akan berbuat anarkis," ancamnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News