kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

La Nina, fenomena yang kini menjadi pusat perhatian pemerintah


Rabu, 14 Oktober 2020 / 05:30 WIB
La Nina, fenomena yang kini menjadi pusat perhatian pemerintah


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo tengah menaruh perhatian pada fenomena La Nina yang akan terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Jokowi ingin agar semua pihak menyiapkan diri dan mengantisipasi terjadinya bencana hindrometeorologi.

Nah, apa itu La Nina?

La Nina merupakan fenomena iklim. Umum terjadi pada masa La Nina adalah curah hujan tinggi dan musim dingin yang melebihi minus 0,5 derajat celcius

Kondisi ini dapat menimbulkan bencana banjir, longsor maupun kerusakan pada tanaman atau gagal panen.

Baca Juga: Jokowi minta perhatikan dampak ancaman La Nina

Kepala Bidang Analis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indra Gustari mengatakan, La Nina secara umum dapat dikatakan sebagai fenomena iklim yang berlawanan dengan El Nino. El Nino merupakan fenomena iklim pemanasan atau kemarau panjang.

"Jika peristiwa El Nino dikaitkan dengan pemanasan di Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Sedangkan, kejadian La Nina adalah kebalikannya," ujar Indra seperti dilansir Kompas.com, Minggu (4/10).

Ia mengatakan, La Nina merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antar dua sampai tujuh tahun.

Kejadian La Nina ini terjadi saat Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral atau normal pada periode waktu dua bulan atau lebih. Perubahan di Samudra Pasifik dan atmosfer yang ada di atasnya ini terjadi dalam siklus yang dikenal dengan istilan ENSO atau El Nino-Souther Oscillation.

Baca Juga: Cuaca hari ini di Jabodetabek hujan ringan hingga sedang, jangan lupa bawa payung

Dampak La Nina

Berdasarkan sejarahnya, La Nina terjadi di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di bagian tengah dan timur wilayah Indonesia. Di wilayah-wilayah ini terjadi peningkatan curah hujan yang tidak biasa.

Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor. Selain itu, La Nina juga dapat merusak tanaman, termasuk sawah dan tanaman-tanaman semusim yang terkena dampak hujan berkepanjangan dan banjir.

Karena pada kurun waktu itu,kapasitas sungai dan debit air di sejumlah wilayah berlebihan sehingga menimbulkan bencana di wilayahnya.

Terakhir kali Indonesia mengalami fenomena La Nina pada tahun 2018. Kala itu terjadi La Nina skala lemah. Meskipun demikian, dampaknya terasa pada gagal panen. Hal ini membuat harga beras menjadi tinggi.

Mengutip pemberitaan Kontan sebelumnya, Kepala Humas BMKG Hary Tiro Djatmiko mengatakan waktu itu, mengatakan fenomena La Nina terjadi pada bulan Februari sampai Mei 2018.

"La Nina akan terjadi La Nina skala lemah. Bersamaan dengan waktunya panen raya, diperkirakan Indonesia akan mengalami curah hujan yang tinggi. Curah hujan akan turun memasuki bulan Juni 2018.  Jadi Juni dan Juli cuaca akan kembali Normal," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (7/2/2018).

Setelah itu mulai bulan Juli, curah hujan akan perlahan turun ke tingkat rendah. Dengan demikian cocok untuk pertanian. Sejauh ini, Hary bilang, BKMG belum mendapatkan adanya potensi perubahan cuaca yang signifikan sepanjang tahun 2018 lalu.

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko waktu itu mengaku telah meminta Menteri Pertanian waktu itu untuk meningkatkan produksi pertanian terutama padi dan mengantisipasi gagal panen akibat cuaca yang buruk.

"Saya sudah bilang ke Mentan, supaya menghitung potensi gagal panen akibat cuaca, serangan hama dan penyakit," ujar Moeldoko.

Baca Juga: Cuaca hari ini di Jawa dan Bali: Semarang cerah berawan, Surabaya cerah

La Nina 2020

Nah pada tahun 2020 ini, BKMG mencatat sebagian besar wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim hujan sejak Oktober hingga November 2020.

 Wilayah tersebut meliputi sebagian besar Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi Selatan bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah bagian barat.

Kemudian Gorontalo, sebagian besar wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Pulau Buru bagian utara, Papua Barat bagian utara, dan Papua bagian tengah.

Adapun puncak musim hujan diprakirakan umumnya akan terjadi pada Januari dan Februari 2021.

Selanjutnya: Cuaca hari ini di Jawa dan Bali: Semarang hujan, Surabaya cerah-berawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×