Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Tata niaga cengkeh di era Orde Baru menyisakan masalah. Sebanyak 10 Koperasi Unit Desa (KUD) di Sulawesi Utara (Sulut) menggugat Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) dan Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Sulawesi Utara. Mereka menuntut pengembalian dana penyertaan modal KUD ke Inkud terkait tata niaga cengkeh.
Sepuluh koperasi yang mengajukan gugatan adalah KUD Patuarian, KUD Pinasungkudan, KUD Haska, KUD Semaesa, KUD Maayaan, KUD Maesa, KUD Uskan, KUD Poktalus, KUD Inspirasi, dan KUD Purnama. Dasar gugatannya adalah perbuatan ingkar janji atau wanprestasi.
Menurut berkas gugatan yang diterima KONTAN, perkara ini berawal ketika pemerintah membentuk Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) tahun 1991. Untuk mengembangkan gerakan koperasi, khususnya di desa, KUD, Puskud, dan Induk ditunjuk dalam tata niaga cengkeh.
Pemerintah mengatur, setiap pembayaran atas pembelian cengkeh dari KUD kepada petani, diwajibkan untuk dipotong. Selanjutnya, dana tersebut menjadi dana milik bersama petani cengkeh untuk penyertaan modal KUD. Cengkeh yang dibeli KUD ini lantas dijual ke BPPC.
Pada 1998, lewat Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perdagangan Cengkeh, pemerintah membubarkan BPPC. Dengan BPPC bubar, dana milik bersama petani cengkeh untuk penyertaan modal KUD, wajib dikembalikan kepada KUD.
Pada 3 Agustus 1998, Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah mengeluarkan surat kepada Gubernur di seluruh Indonesia perihal pengaturan pengembalian dana penyertaan modal KUD. Pada 4 Mei 1998, BPPC melakukan serah terima dana penyertaan modal KUD kepada Inkud sebesar Rp 1,11 triliun.
Para KUD mengaku telah menerima sebagian dari dana penyertaan modal KUD tersebut sejak 1991 sampai 1996. Total dana yang telah diterima adalah Rp 14,74 miliar. Cuma, masih ada kekurangan dana sebesar Rp 12,53 miliar.
Berdasarkan hasil rapat antara Inkud, Puskud, dan KUD se-Sulawesi Utara, sisa dana itu diserahkan untuk dikelola oleh Inkud selama tiga tahun. Inkud berjanji memberikan bunga 6% per tahun.
Cuma, sampai saat ini, para KUD tidak pernah menerima kekurangan pengembalian dana penyertaan modal KUD berikut bunganya selama 12 tahun yang mencapai Rp 9,02 miliar. Jadi, total dana yang belum dibayarkan tergugat adalah Rp 21,55 miliar.
Selain menuntut pengembalian dana, para KUD juga meminta adanya sita jaminan atas tanah Inkud seluas 1.664 meter persegi di Jalan Warung Buncit Raya, Pejaten, Jakarta Selatan, tanah dan bangunan Wisma Inkud di Jatinangor, Sumedang seluas 8.284 meter persegi, tanah dan bangunan Inkud seluas 180 meter persegi di Gunung Putri, Bogor.
Kuasa Hukum Penggugat Argus Sagittayama mengungkapkan, sidang perkara ini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, baru memasuki tahap pemanggilan para pihak. Argus sebenarnya sudah memberikan waktu hingga 19 Mei 2011, untuk perdamaian di luar mediasi. Namun, tidak ada itikad baik dari pihak para tergugat.
Kuasa Hukum Inkud, Petrus Bala Pattyona mengakui, Inkud memiliki kewajiban pengembalian dana penyertaan modal sebesar Rp 1 triliun. Cuma, kewajiban ini telah dipenuhi Inkud.
Menurut Petrus, berdasarkan pembukuan yang dimiliki Inkud, pihaknya telah membayar Rp 100 miliar dari total keseluruhan Rp 150 miliar dana yang seharusnya dikembalikan. "Ada bukti pembayaran pada masa kepemimpinan Nurdin Halid," jelasnya. Menurut dia, Inkud telah menyetor dana tersebut kepada Puskud Sulawesi Utara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News