Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari NEXT Indonesia, Herry Gunawan menilai rencana Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara merambah bisnis baterai listrik perlu melalui kajian mendalam.
Herry mengatakan, rencana Danantara masuk ke bisnis baterai listrik itu tampak terburu-buru dan sedikit melenceng dari orientasi pembentukan Danantara itu sendiri.
“Terkait dengan bisnis ekosistem baterai listrik, satu hal yang perlu diingat bahwa Danantara bukan tukang tambal. Gara-gara konsorsium LG mundur, terus juga rencana investasi CATL di Halmahera tersendat, kemudian solusinya Danatara masuk,” jelasnya kepada KONTAN, Minggu (25/5).
Pasalnya, apabila rencana tersebut tetap diteruskan, dikhawatirkan bakal mendorong pergeseran orientasi yang membuat Danantara tak lagi fokus sebagai Badan Pengelola Investasi, melainkan sebagai eksekutor proyek semata.
Baca Juga: Danantara Jajaki Investasi Jangka Panjang dengan China
Atas dasar itu, Herry berpandangan bahwa sebaiknya Danantara perlu merancang skenario investasi secara lebih matang. Di mulai dari potensi dan kekuatan yang ada di BUMN, kemudian menarik investor swasta baik lokal maupun asing.
Dia menyebut, pemerintah juga perlu lebih dulu melakukan evaluasi terhadap mundurnya LG dari megaproyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia senilai Rp 130 triliun.
“Semestinya ada evaluasi mengapa sampai konsorsium LG mundur? bukan kemudian di-cap dengan mengatakan, Kami (pemerintah) yang hentikan. Atau, mengapa kerja sama CATL dan Antam tersendat? Jangan-jangan, misalnya, ada kebutuhan infrastruktur yang tidak didukung maksimal,” pungkasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa Danantara bakal masuk ke dalam pengembangan proyek baterai EV baik yang digagas oleh perusahaan asal China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) senilai US$ 6 miliar.
Adapun, pengembangan ekosistem hilirisasi baterai yang diinisiasi oleh CATL itu merupakan proyek kerja sama Indonesia melalui PT Industri Baterai Indonesia atau Industry Battery Corporarion (IBC) dengan Ningbo Contemporary Brunp Legend Co Ltd (CBL), yang merupakan anak usaha CATL.
Baca Juga: Danantara dan Pertamina Berencana Investasi Migas di AS, Ini Kata Menko Airlangga
Dalam proyek tersebut, kata Bahlil, Danantara akan masuk untuk mengambil peran IBC sebagai pemegang saham mayoritas. “Danantara sudah injeksi juga,” jelas Bahlil tanpa merinci investasinya.
Di samping itu, Danantara juga bakal terlibat dalam proyek hilirisasi baterai senilai US$ 9,8 miliar yang semula digarap oleh Konsorsium LG ke Huayou. Di mana, struktur kepemilikan di proyek tersebut bakal menempatkan BUMN Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) Sebagai pemegang saham mayoritas dengan komposisi mencapai 51%.
“(Peralihan) sudah disetujui Presiden dan sudah siap untuk groundbreaking sebelum Agustus,” pungkasnya.
Selanjutnya: Modalku: Relaksasi Pinjaman Dorong Ekspansi UKM, Tapi Perlu Penyesuaian
Menarik Dibaca: 5 Langkah Cerdas Memulai Menabung di Tahun 2025 yang Bisa Dilakukan Siapa Saja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News