Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menandatangani Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan penomorannya paling lambat 28 Oktober.
Sementara itu, tanggal 29 - 31 Oktober ada libur panjang, sehingga KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI AGN), dan 32 federasi/konfederasi serikat buruh akan menyerahkan berkas judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 2 November 2020.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, jika UU Cipta Kerja ditandatangani presiden dan sudah memiliki nomor, maka KSPI dan beberapa serikat buruh akan melakukan aksi serentak nasional untuk menolak UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Banyak PHK, jumlah kepesertaan BPJamsostek turun jadi 50,4 juta di kuartal III-2020
Said Iqbal menambahkan berdasarkan informasi yang berkembang bahwa UU Cipta Kerja akan ditandatangani Presiden 28 Oktober 2020.
Nantinya bersamaan dengan penyerahan berkas judicial review juga akan digelar aksi di Jakarta yang akan melibatkan puluhan ribu buruh dan dipusatkan di MK dan Istana. Aksi dilaksanakan pada hari Senin tanggal 2 November 2020.
"Sebelumnya saya mengatakan tanggal 1 November 2020. Ternyata tanggal satu adalah hari Minggu, jadi yang benar adalah 2 November, hari Senin," kata Said Iqbal dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id pada Senin (26/10).
Aksi nasional di depan MK akan berisi tuntutan agar Mahkamah Konstitusi membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja dan meminta Presiden untuk mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.
"Aksi nasional buruh pada 2 November tersebut dilakukan serempak di 24 propinsi dan 200 kabupaten/kota yang diikuti ratusan ribu buruh. Sedangkan aksi di Istana dan Mahkamah Konstitusi diikuti puluhan ribu buruh," kata Said Iqbal.
Selain itu, KSPI juga akan melakukan aksi nasional serempak di 24 provinsi pada tanggal 9 - 10 November yang diikuti ratusan ribu buruh dengan tuntutan DPR RI harus melakukan pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja melalui proses legislative review sesuai mekanisme UUD 1945 pasal 20, 21, dan 22A serta UU PPP.
Selain meminta pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja, dalam aksi pada tanggal 9-10 November 2020 juga akan disampaikan tuntutan buruh lainnya yaitu meminta kenaikan upah minimum 2021 sebesar 8% di seluruh Indonesia dan menolak tidak adanya kenaikan upah minimum 2021.
Baca Juga: Survei Kompas, klaster ketenegakerjaan Omnibus Law UU Cipta Kerja lebih disukai
Aksi nasional tersebut serempak dilakukan di 24 provinsi dan melibatkan 200 kab/kota, antara lain, Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Semarang, Kendal, Jepara, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik.
Selain itu, aksi juga akan dilakukan di Jogja, Banda Aceh, Medan, Deli Serdang, Batam, Bintan, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorontalo, Bitung, Kendari, Morowali, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Lombok, Ambon, Papua, dan sebagainya.
"Aksi KSPI dan serikat buruh lainnya ini adalah aksi anti kekerasan 'non violence'. Aksi ini diselenggarakan secara terukur, terarah dan konstitusional. Aksi tidak boleh anarkis dan harus damai serta tertib," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News