kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Krisis global makin parah, kebutuhan RUU JPSK mendesak


Rabu, 18 Januari 2012 / 09:50 WIB
Krisis global makin parah, kebutuhan RUU JPSK mendesak
ILUSTRASI. Wamenkeu Suahasil Nazara: Kemenkeu harus jadi data driven organization


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Memburuknya perekonomian global yang dipicu krisis utang negara-negara di Eropa membuat Indonesia harus cepat-cepat memiliki payung hukum yang kuat untuk menangkal dan membendung krisis. Karena itu pemerintah dan DPR perlu mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK).

Sidqi Lego Pangesthi, Direktur Jasa Keuangan dan Analisis Moneter Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, mengatakan, selama ini protokol manajemen krisis di Indonesia masih terpisah-pisah. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter maupun Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal punya cara dan prosedur sendiri dalam penanganan krisis.

Padahal Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memerintahkan pembentukan sistem penanganan krisis yang terintegrasi dan lebih baik. "Ini pernah di rapatkan, protokol manajemen krisis saat ini masih terpisah-pisah, BI punya sendiri, Kementerian Keuangan juga punya sendiri. Ini harus kita satukan," ujar Sidqi saat ditemui di kantornya, Selasa (17/1).

Nah, dengan adanya UU JPSK akan menjadi payung hukum yang kuat apabila krisis menghantam perekonomian Indonesia. Agar tak ada lagi saling menyalahkan seperti saat krisis ekonomi tahun 1998 maupun tahun 2008.

Kini tanda-tanda krisis akan menular ke Indonesia mulai nyata. Standard & Poors, pekan lalu, memangkas peringkat utang sembilan negara di kawasan Eropa, termasuk Prancis. Bahkan S&P memangkas peringkat Italia, Spanyol, Portugal dan Siprus hingga dua level.

Tapi Sidqi percaya, dampak langsung dari krisis Eropa yang akan diterima Indonesia tidak terlalu besar. Pukulan nyata yang akan terasa adalah kondisi ini akan menyebabkan pelaku pasar keuangan panik sehingga memindahkan portofolio dari rupiah ke dollar. Padahal kepemilikan asing di pasar modal Indonesia cukup besar.

Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Desember lalu, kepemilikan asing pasar saham Indonesia mencapai Rp 1.265 triliun (55%) sedangkan di Surat Utang Negara (SUN) masih Rp 222,5 triliun.

Pada Selasa kemarin, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan hebat sehingga terpuruk ke Rp 9.208 per dolar AS. Pekan lalu, rupiah juga mengalami tekanan hebat ke level Rp 9.210, sehari sebelum S&P memangkas peringkat utang negara Eropa.

Kalau dana asing yang ada di Indonesia beralih ke dolar AS dengan cepat, rupiah bisa anjlok dalam. "Ini bisa menyebabkan krisis datang lebih cepat ke Indonesia, karena itu UU JPSK lebih cepat lebih baik," katanya.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo sendiri yakin RUU JPSK bisa kelar pada kuartal III-2012. Saat ini pembahasan beleid ini di tingkat Kementerian Keuangan hampir tahap final.

Menurut Agus, draf RUU ini sudah dibahas dua kali, jadi bisa segera selesai. "Dalam pembahasan terakhir, hampir semua disetujui, tinggal sedikit lagi," kata Agus Selasa (17/1). Dia yakin, nantinya JPSK dan OJK akan menjadi payung hukum yang kuat untuk menangkal krisis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×