kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.360.000   29.000   1,24%
  • USD/IDR 16.616   9,00   0,05%
  • IDX 8.067   -160,68   -1,95%
  • KOMPAS100 1.104   -18,58   -1,66%
  • LQ45 772   -16,13   -2,05%
  • ISSI 289   -5,28   -1,79%
  • IDX30 403   -8,81   -2,14%
  • IDXHIDIV20 455   -7,63   -1,65%
  • IDX80 122   -2,25   -1,82%
  • IDXV30 131   -1,45   -1,10%
  • IDXQ30 127   -1,92   -1,49%

KPPU Gelar Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Kesepakatan Bunga Fintech Lending


Selasa, 14 Oktober 2025 / 21:26 WIB
KPPU Gelar Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Kesepakatan Bunga Fintech Lending
ILUSTRASI. Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU resmi menggelar sidang lanjutan kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman fintech lending atau ke tahap berikutnya.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi menggelar sidang lanjutan kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (daring) ke tahap berikutnya. 

Asal tahu saja, KPPU menduga 97 fintech lending yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyepakati besaran bunga pinjaman secara bersama-sama. Permasalahan yang disorot KPPU, yakni adanya kesepakatan menentukan besaran bunga 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Code of Conduct atau Pedoman Perilaku AFPI.

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyampaikan sidang lanjutan yang beragendakan pemeriksaan saksi investigator dan terlapor resmi digelar pada Senin (13/10) di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Baca Juga: Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 501,5 Triliun hingga 30 September 2025

Deswin mengatakan sidang yang dipimpin Majelis Komisi KPPU Rhido Jusmadi itu menghadirkan Tomi Joko Irianto yang merupakan Pengawas Senior Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai saksi yang diajukan Investigator. 

"Tomi memberikan keterangan mengenai penetapan serta perkembangan suku bunga pinjaman daring di Indonesia sepanjang 2018 hingga 2024," ungkapnya dalam keterangan resmi, Selasa (14/10).

Deswin menerangkan Majelis juga memberi kesempatan kepada investigator maupun pihak terlapor untuk mengajukan pertanyaan. Dia bilang fokus pertanyaan investigator diarahkan pada mekanisme penetapan suku bunga di industri fintech lending yang dinilai memengaruhi tingkat persaingan usaha.

Melansir situs resmi KPPU, sidang beragendakan pemeriksaan saksi investigator dan terlapor akan berlanjut pada hari lainnya. Tertuang pengumuman di situs KPPU, jadwal sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi investigator dan terlapor digelar pada 13, 14, dan 16 Oktober 2025.

"Sidang berlanjut ke pemeriksaan lanjutan untuk mendengarkan saksi atau ahli dari semua pihak," ujar Deswin kepada Kontan, Senin (13/10).

Sesuai ketentuan, Deswin mengatakan sidang pemeriksaan lanjutan kasus itu akan berlangsung selama paling lama 60 hari kerja sejak 29 September 2025 dan dapat diperpanjang hingga 30 hari kerja apabila diperlukan.

Proses Kasus Masuk Persidangan

Sebagai informasi, keseriusan KPPU untuk mengusut kasus itu tercermin dari resmi digelarnya sidang perdana kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman di industri fintech P2P lending pada Kamis (14/8), dengan perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 mengenai dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Berdasarkan catatan Kontan, sidang lanjutan kesepakatan bunga di fintech lending telah digelar pada Kamis (11/9), beragendakan penyampaian tanggapan terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP), serta alat bukti berupa surat dan/atau dokumen, serta daftar saksi/ahli. Dalam sidang itu, 19 terlapor menyampaikan tanggapannya secara langsung mengenai LDP dan menolak dugaan pelanggaran seperti yang tertuang di dalam LDP. Adapun sisa terlapor menyampaikan tanggapannya secara tertulis.

Baca Juga: Kebijakan Fuel Surcharge Nataru Terbit Lebih Awal, Inaca: Dorong Penjualan Tiket

Seusai sidang lanjutan yang digelar pada Kamis (11/9), diagendakan Majelis Komisi mempelajari tanggapan tertulis Para Terlapor atas LDP, kemudian melanjutkan sidang pada 15 September 2025 hingga 18 September 2025 dengan agenda Pemeriksaan Alat Bukti Terlapor (Inzage).

Semua terlapor menolak atau membantah dugaan pelanggaran dalam LDP, sehingga para anggota majelis KPPU akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya. Hal itu sesuai dengan pernyataan resmi AFPI pada Kamis (11/9), bahwa AFPI beserta 97 penyelenggara menolak tuduhan KPPU mengenai kesepakatan penentuan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga pinjaman seperti yang tertuang dalam Laporan Dugaan Pelanggaran KPPU. 

Ketua Umum AFPI Entjik Djafar mengatakan tuduhan tersebut tidak tepat karena pengaturan batas maksimum bunga ditujukan untuk perlindungan konsumen dari praktik predatory lending yang dilakukan oleh pinjaman online (pinjol) ilegal. 

"Pengaturan batas maksimum juga merupakan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada saat itu. Jadi, sama sekali tidak ada unsur kesepakatan di dalamnya,” katanya seusai sidang lanjutan mengenai tanggapan terlapor yang diadakan KPPU di Jakarta Pusat, Kamis (11/9).

Lebih lanjut, Entjik juga menyampaikan Pedoman Perilaku AFPI yang dianggap oleh investigator KPPU sebagai bukti adanya pengaturan harga justru disusun bukan untuk membatasi persaingan, melainkan bertujuan melindungi konsumen dari praktik penagihan intimidatif dan pengenaan bunga tinggi oleh pinjol ilegal yang marak terjadi sebelum adanya regulasi.

Entjik menyebut batas maksimum bunga sebesar 0,8% pada 2018, kemudian diturunkan menjadi 0,4% pada 2021 yang diatur dalam Pedoman Perilaku AFPI merupakan bunga maksimum (ceiling price), bukan suku bunga tetap (fixed price). Dia bilang setiap platform fintech lending memiliki independensi dalam menetapkan bunga selama tidak melebihi batas maksimum tersebut.

Pada praktiknya, Entjik mengatakan setiap penyelenggara fintech lending menerapkan suku bunga yang berbeda-beda sesuai dengan sektor dan risiko bisnisnya masing-masing. Dengan demikian, kompetisi di dalam industri tetap terjaga, sehingga menciptakan keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlanjutan industri.

Oleh karena itu, Entjik menilai wajar para fintech lending menyampaikan tanggapan menolak tuduhan yang diajukan investigator KPPU pada saat persidangan KPPU, Kamis (11/9). Sebab, dia bilang seluruh penyelenggara merasa tidak pernah ada kesepakatan menentukan harga, apalagi melakukan praktik kartel. 

"Platform dan asosiasi hanya mengikuti arahan regulator. Apakah ada pelaku usaha yang berani untuk tidak menjalankan arahan regulator? Pelaku usaha yang tertib dan patuh seharusnya tidak dituduh melakukan praktik persaingan tidak sehat,” kata Entjik.

Sidang yang akan berlanjut ke tahap berikutnya sebenarnya sudah sempat diprediksi Investigator KPPU Arnold Sihombing. Prediksi itu melihat dari tanggapan 19 terlapor yang menyatakan membantah isi dugaan LDP saat persidangan. 

"Sebanyak 19 terlapor sudah jelas-jelas menolak, kemungkinan pasti lanjut (tahapan berikutnya)," ungkapnya saat ditemui di kantor KPPU, Kamis (11/9). 

Arnold menerangkan semisal sisa terlapor ada yang menerima atau mengakui isi LDP padahal 19 terlapor sudah membantah isi LDP, tetap saja tak bisa dihentikan dan mesti dilanjutkan ke tahapan sidang berikutnya. Sebab, perkara kali ini merupakan kesepakatan bunga secara bersama-sama, sehingga semua terlapor harus menyatakan bahwa mereka semua sepakat menerima LDP.

"Itu syaratnya karena kesepakatan harga itu suara semua. Namun, seharusnya lanjut karena sudah 19 terlapor sudah jelas menolak," ungkap Arnold. 

Baca Juga: IMF Bandingkan Boom AI dengan Gelembung Internet 1990-an, Apa Bedanya?

Selanjutnya: Risiko Osteoporosis Meningkat Rata-Rata 20% Setiap 10 Tahun Penambahan Usia

Menarik Dibaca: Fokus Mata Menurun, Cek Kondisi Kesehatan Mata Anda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×