Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang pejabat PT Waskita Karya Tbk sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif pada BUMN.
Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut adalah Fathor Rahman selaku Kepala Divisi II PT Waskita Karya Tbk periode 2011- 2013 dan Yuly Ariandi Siregar yang merupakan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi Il PT Waskita Karya Tbk periode 2010-2014.
“Yang bersangkutan diduga telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara terkait pelaksanaan pekerjaan sub kontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan Waskita Karya,” ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo dalam jumpa pers di Gedung KPK, Senin (17/12).
Dua tersangka dari perusahaan kontraktor plat merah ini diduga menunjuk beberapa, perusahaan subkontraktor untuk menggarap sejumlah proyek konstruksi yang sedang dikerjakan Waskita Karya. Namun sayangnya ternyata pengerjaan itu hanya sebatas kontrak.
Agus menambahkan bahwa sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, tapi tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan sub-kontraktor.
Dengan pekerjaan fiktif itu, Waskita tetap melakukan pembayaran kepada empat perusahaan subkontraktor tersebut. Namun uang itu kembali lagi ke Waskita. KPK menduga uang itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Yuly.
KPK menduga, negara telah mengalami kerugian sekitar Rp 186 miliar. Kerugian ini dihitung dari jumlah pengeluaran atau pembayaran Waskita Karya kepada kepada perusahaan-perusahaan sub kontraktor yang melakukan pekerjaan fiktif ini.
Dalam kasus ini, dua tersangka tersebut diduga melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Agus menyayangkan masih ada perusahaan terutama BUMN yang tidak menjalankan good corporate governance. Menurutnya, perlu ketegasan dan pengawasan yang lebih kuat terkait sejumlah proyek.
“KPK mengingatkan kembali kepada seluruh BUMN dan pelaku usaha lainnya agar menerapkan secara ketat prinsip-prinsip good corporate governance untuk menghindari terjadinya modus-modus korupsi anggaran proyek konstruksi seperti dalam kasus ini ataupun perkara lain yang pernah diungkap KPK,” ungkap Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News