Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak Pemerintah menertibkan pengelolaan kredit investasi (investment credit) dan cost recovery minyak dan gas (migas). KPK menduga kedua kebijakan sektor migas itu memicu kerugian negara.
Investment credit adalah insentif untuk kontraktor migas dalam bentuk pengembalian dana investasi dengan persentase tertentu. Pemerintah mengucurkan kredit itu sebagai insentif bagi Kontraktor Kontrak Kerjasama migas (KKKS) agar mengeksplorasi migas di daerah terpencil.
Adapun cost recovery adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan KKKS untuk memproduksi migas di Indonesia. Pemerintah memberikan cost recovery setelah ladang migas itu berproduksi.
Desakan ini muncul saat KPK bertemu dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas Selasa (14/7). "Investment credit dan cost recovery berkaitan dengan uang negara," kata Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, Haryono Umar, Senin (20/7).
Salah satu bentuk penertiban itu adalah dengan perbaikan aturan. Soalnya, KPK menilai, hingga kini, tidak ada peraturan yang jelas dan tegas mengatur masalah ini. Misalnya, tak ada patokan nilai investment credit yang diberikan kepada KKKS. "Ada yang dapat 20%, 30%, bahkan di atas 80%," terang Haryono.
KPK juga memandang Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22/ 2008 tentang cost recovery belum berjalan baik. Beleid itu mengatur tentang jenis biaya kegiatan usaha hulu migas yang tidak bisa dikembalikan ke kontraktor. KPK ingin, cost recovery tidak diatur oleh Peraturan Menteri melainkan Peraturan Pemerintah.
KPK mencatat, pengembalian uang negara dari sektor migas mencapai Rp 2,6 triliun. Sekitar Rp 1 triliun lebih adalah sisa kucuran dana kredit investasi yang melebihi kebutuhan kontraktor. Haryono bilang, Ditjen Migas sedang menghitung kelebihan dana kredit investasi yang mungkin mengendap di sejumlah KKKS. Pemerintah akan menarik duit itu sebagai pemasukan negara. Saat dikonfirmasi, Direktur Jenderal Migas Departemen ESDM, Evita Legowo hanya berujar, "Sedang kami kaji bersama KPK."
a
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News