Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan terhadap pihaknya bersifat prematur. Salah satu kuasa hukum KPK Rasamala Aritonang mengatakan, kewenangan lembaga praperadilan sangat terbatas, yakni mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan sah tidaknya penyitaan.
"Faktanya, sampai dengan disidangkannya permohonan praperadilan, termohon (KPK) belum melakukan upaya paksa apapun atas diri pemohon (Budi Gunawan), baik berupa penangkapan, penahanan, dan lain-lain," ujar dia di dalam persidangan, Senin (9/2).
Seharusnya, lanjut Rasamala, praperadilan itu diajukan ke pengadilan baru dapat diajukan setelah KPK melakukan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan penyitaan yang mengakibatkan kerugian dan membutuhkan rehabilitasi.
Rasamala juga mengkritik dasar hukum pihak Budi mengajukan praperadilan, yakni Pasal 95 ayat (1) dan (2) KUHAP. Intinya, pihak Budi menginterpretasikan kata 'tindakan lain' dalam pasal tersebut sebagai dasar hukum mempraperadilankan KPK. Rasamala menilai, interpretasi kuasa hukum Budi, salah. Kata 'tindakan lain' yang masuk ke dalam obyek praperadilan bersifat terbatas, yakni memasuki rumah, penggeledahan, penyitaan yang tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan tanpa alasan.
Rasamala pun menegaskan bahwa KPK belum melakukan 'tindakan lain' itu kepada Budi usai ditetapkan menjadi tersangka. "Berdasarkan uraian itu, permohonan praperadilan terhadap termohon tidak tepat karena prematur dan oleh karenanya, permohonan itu haruslah ditolak," ujar dia.
Sekedar gambaran, Pasal 95 ayat (1) menyebutkan, "tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan (ayat 1)".
Sementara, dalam ayat (2) berbunyi, "tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang peraperadilan". (Fabian Januarius Kuwado)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News