Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Satu lagi nasabah produk derivatif perbankan bisa bernafas lega. PT Nubika Jaya, sebuah perusahaan kelapa sawit bisa keluar dari jerat kontrak derivatif dengan Standard Chartered Bank (SCB). Kemarin, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan membatalkan dua perjanjian transaksi derivatif yang dilakukan oleh keduanya pada tahun 2008.
Pengadilan membatalkan dua perjanjian yakni produk callable ratio forward currency dan redemption fund. "Perjanjian tersebut batal demi hukum," tegas Panusunan Harahap, Ketua Majelis Hakim, Kamis (30/7).
Hakim mempunyai beberapa pertimbangan. Misalnya, SCB telah sengaja tidak memberikan penjelasan tentang risiko dalam transaksi derivatif. Kalau pun ada penjelasan produk ini, SCB membuatnya dalam bahasa Inggris sehingga tidak memberikan informasi yang jelas bagi nasabah.
Menurut hakim, seharusnya SCB memberi penjelasan dalam bahasa Indonesia. Hal ini sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/31/PBI/2005 tentang transaksi derivatif. Di situ dinyatakan, bank harus memberikan penjelasan secara lengkap kepada nasabah terkait risiko kredit, risiko penyelesaian, risiko pasar, dan kemungkinan saldo nihil sehingga bank bisa meminta suntikan dana lagi.
Dalam pasal 9 ayat (4) dalam beleid yang sama, bank juga wajib memberi laporan pada nasabah jika akan mengalami kerugian. Dengan begitu, nasabah bisa cepat menghentikan kontrak. Nyatanya, Nubika tidak pernah mendapat penjelasan ini. "Ini membuktikan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar Nani Indrawati, anggota majelis hakim.
Produk spekulatif
Hakim memutuskan kedua pihak harus mengembalikan sejumlah uang yang telah berputar dalam kontrak ini. Dalam perjanjian callable forward, SCB harus mengembalikan uang ke Nubika sebesar US$ 5 juta. Sebaliknya, Nubika juga harus menyetor Rp 52,1 miliar ke SCB.
Lantas dalam redemption fund, SCB harus mengembalikan pada Nubika dana sebesar US$ 13 juta. Begitu pula Nubika harus mengembalikan ke SCB sebesar Rp 122 miliar.
Selain itu, hakim juga memerintahkan SCB mengembalikan dana di rekening Nubika yang sempat ditahan. Dalam rekening itu, masih ada duit Nubika berjumlah US$ 40.891 dan Rp 310 juta. Tapi, hakim tidak mengabulkan tuntutan ganti rugi imateriil yang diajukan Nubika dalam gugatan ini sebesar Rp 100 miliar.
Putusan ini membuat pihak Nubika girang lantaran berhasil menghindari dari kerugian lebih besar akibat transaksi ini. "Hampir semua gugatan kami dikabulkan," kata kuasa hukum Nubika, Harry Simanjuntak.
Harry bilang, hakim berhasil membuat keputusan sesuai fakta bahwa produk derivatif itu merupakan produk spekulatif yang merugikan nasabah bank.
Sementara, kuasa hukum SCB yang hadir dalam persidangan, tak mau banyak berkomentar. “Saat ini kami belum bisa komentar,” ujar kuasa hukum SCB Tomi Emirat usai persidangan.
Kisruh dua perusahaan ini bermula ketika SCB menawarkan produk derivatif bernama callable forward. Intinya Nubila mesti menjual dolar AS ke SCB selama 52 minggu sejak 17 September 2008 sampai 9 September 2009. Selanjutnya, SCB membeli dengan kurs Rp 9.950 per dolar AS dari minggu pertama hingga ketujuh. Minggu selanjutnya, SCB membeli dengan kurs Rp 9.875 per US$.
Pada transaksi ketujuh, Nubika minta pembatalan perjanjian karena rupiah terus melemah. SCB mau membatalkan jika Nubika membayar denda sebesar US$ 13 juta. Nilainya terus bengkak menjadi US$ 23 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News