kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsultasi valas, Jokowi undang selusin ekonom


Senin, 31 Agustus 2015 / 17:22 WIB
Konsultasi valas, Jokowi undang selusin ekonom


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sejumlah ekonom hari ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kedatangan mereka terkait rencana pemerintah mengeluarkan paket kebijakan di bidang ekonomi.

Salah satu isi paket itu, pemerintah mencari cara untuk mendorong agar valuta asing (valas) segera masuk ke dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk memperkuat nilai tukar rupiah dan menambah cadangan devisa.

Ada 12 ekonom yang datang menemui Jokowi, diantaranya Djusman Simanjuntak, Tony Prasetiantono, A. Prasetiantoko, Anton Gunawan, Hendri Saparini, Poltak Hotradero, Yopie Hidayat, Iman Sugema, Arief Budimanta, yanuar Rizky, Yose Rizal dan Destry damayanti.

Ekonom Bank Permata Tony Prasetyantono bilang, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menambah penerbitan surat berharga negara (SBN). Langkah ini dinilai paling cepat bisa menghasilkan valas.

Meskipun saat ini banyak dana yang mengalir ke Amerika Serikat (AS), dia bilang, kondisi negeri Paman Sam tak sebagus yang diperkirakan. Sehingga, mereka akan jenuh banyak menyimpan dollar.

Terkait rencana penerbitan utang, dalam waktu dekat, pemerintahan Jokowi memang berencana untuk menjual obligasi ke negara Timur Tengah (Timteng).

Sementara itu, Komisaris Bank mandiri Anton Gunawan mengatakan, yang bisa dilakukan pemerintah untuk menarik dana asing paling aman adalah menarik investasi. Untuk itu pemerintah harus memperbaiki kepercayaan pasar. "Misalnya dengan melakukan deregulasi aturan," ujar Anton, Senin (31/8) di Istana Negara, Jakarta.

Adapun ekonom CORE Institute Hendri saparini mengatakan pemerintah belum perlu menggunakan instrumen yang sifatnya darurat seperti BCSA. Sebab, masih banyak cara untuk memperbaiki kondisi ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×