kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

Konflik di lahan sawit telan biaya hingga US$ 2,5 juta


Jumat, 23 Maret 2018 / 23:55 WIB
Konflik di lahan sawit telan biaya hingga US$ 2,5 juta


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik di lahan perkebunan kelapa sawit masih meningkat dan perlu diselesaikan segera. Berdasarkan hasil penelitian dari Daemeter Consulting dan Lingkar Pembaruan Desa Agraria (KARSA), konflik ini terjadi karena penerbitan izin lahan kelapa sawit oleh pemerintah sebelumnya kerap tumpang tindih.

Godwin Limberg peneliti Daemeter Consulting mengatakan konflik sosial yang terjadi akibat sengketa lahan sawit ini menelah biaya sekitar US$ 70.000 hingga US$ 2,5 juta. Tangible cost tersebut mewakili 51% hingga 88% dari biaya operasional dan 102% hingga 177% dari biaya investasi per hektare per tahun. “Jika dihitung per tahun, untuk satu kejadian konflik, tangible cost berkisar antara US$ 500 hingga US$ 15,000 per hektar per konflik,” ujarnya, Jumat (23/3).

Ia melanjutkan, biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sawit meningkat signifikan akibat konflik ini. Kondisi tersebut tentu saja tidak baik bagi peningkatkan produksi dan pendapatan perusahaan. Bahkan menurutnya, bila tidak segera diatasi, biaya untuk mengatasi konflik ini bisa lebih tinggi lagi. Sebab berdasarkan hasil penelitian Daemeter Consulting sekitar 57% perusahaan sawit mengalami konflik dengan masyarakat sekitar sejak dari awal pembuakan lahan hingga produksi.

Rimawan Pradipti peneliti lainnya dari Daemeter Consulting menambahkan pemerintah harus membenahi tata kelola pemberian izin lahan untuk menghindari potensi konflik kedepan. Hal itu berarti perlu institusi-intitusi yang kuat yang bertanggung jawab dalam mengatur perizinan agar perizinan lahan berada di lokasi yang clear and clean. ”Saat ini, institusi-intitusi yang ada masih rapuh sehingga mekanisme pasar tidak berjalan dengan baik akibat banyaknya celah yang bisa disalahgunakan.”

Sementara peneliti dari KARSA Rando Zakaria mengatakan, penyelesaian konflik lahan bukan masalah yang mudah. Karakteristik utama dari konflik adalah sifat konflik yang cenderung dinamis.Sejalan dengan waktu, konflik yang semula sederhana dapat teresakalasi rumit. Namun di sisi lain, konflik yang berkepanjangan dapat reda secara drastis maupun gradual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×