Reporter: Hafid Fuad | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah berniat merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Beleid ini merupakan acuan dalam penentuan upah minimum.
Nah, dengan revisi ini, diharapkan konflik antara buruh dan pengusaha dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) bisa dihindari. Dengan begitu, kelak keputusan dari dewan pengupahan, sudah bisa menjadi rujukan dalam penetapan upah dan tidak diutak-atik lagi.
Revisi tersebut targetnya bisa rampung pada akhir tahun ini. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, menyatakan, revisi komponen KHL akan melibatkan tim independen seperti kalangan akademisi serta Badan Pusat Statistik (BPS). "Kami akan survei komponen KHL secara objektif," janji Muhaimin, akhir pekan lalu.
Survei tersebut akan menilai kelayakan 46 komponen KHL yang menjadi acuan penetapan upah minimum buruh dengan kondisi saat ini. Bisa saja, dari hasil survei tersebut kelak ada penambahan komponen KHL.
Para pengusaha keberatan dengan rencana revisi beleid KHL itu. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani, berharap pemerintah tak sekadar mengikuti kemauan buruh. Jika hanya mengikuti kemauan buruh, akan ada banyak komponen yang tak masuk akal.
Ia mencontohkan, buruh mengusulkan agar biaya telepon genggam atau biaya dispenser masuk daftar KHL. "Dengan 46 poin yang ada saat ini saja sudah berat, apalagi nanti kalau ditambah, bisa semakin ribut," ujar Haryadi.
Haryadi menyarankan pemerintah mencermati kondisi perusahaan terutama skala kecil. Banyak di antaranya yang tidak sanggup membayar upah minimum dengan rujukan komponen KHL saat ini.
Koordinator Aliansi Buruh dan Serikat Buruh Tangerang, Koswara, menyambut baik rencana revisi KHL itu. Ia menilai, KHL sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
Selain revisi KHL, Koswara juga meminta pemerintah memperkuat keberadaan dewan pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Penilaiannya, dewan pengupahan tak mewakili suara buruh karena hanya diwakili tiga konfederasi serikat buruh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News