kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Komisi Kejaksaan: Kualitas SDM jaksa buruk


Kamis, 24 Oktober 2013 / 10:25 WIB
Komisi Kejaksaan: Kualitas SDM jaksa buruk
Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi saat pembukaan pertemuan G20 Second Employment Working Group (EWG) III secara virtual di Jakarta.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Anggota Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Kamilov Sagala mengatakan, adanya 43 terdakwa kasus korupsi yang belum dieksekusi menunjukkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) jaksa yang ada saat ini.

Ia menilai, belum dieksekusinya puluhan terdakwa kasus korupsi itu bisa menjadi cermin kemalasan jaksa. "Bisa saja ada perilaku malas akut dan rendahnya motivasi serta tidak adanya kreativitas akibat SDM yang buruk," kata Kamilov, kepada Kompas.com, Rabu (23/10).

Rendahnya kualitas SDM jaksa di Indonesia, kata Kamilov, terlihat dari seringnya kejaksaan kalah dalam sejumlah kasus hanya karena hal-hal teknis. Salah satunya, kata dia, terkait dihentikannya penyidikan dugaan korupsi kasus Sisminbakum di Kementerian Hukum dan HAM, dengan tersangka Yusril Ihza Mahendra.

"Untuk hal-hal teknis profesionalisme kejaksaan patut dipertanyakan. Seperti saat Kejaksaan mencekal Yusril. Begitu cekalnya dipertanyakan Yusril, setelah itu cekalnya dicabut, malah kasusnya dihentikan," ujar Kamilov.

Ia menyarankan, agar puluhan terdakwa kasus korupsi segera dieksekusi. Berdasarkan data Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Kejaksaan dinilai masih setengah hati dalam memberantas korupsi. Koalisi mencatat, ada 43 terpidana kasus korupsi yang belum dieksekusi dengan berbagai alasan. Mereka terlibat 37 kasus korupsi yang diputus sejak 2004 hingga 2012.

Kasus tersebut paling banyak berada di bawah lingkup Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, yakni 18 kasus. Sisanya menyebar di berbagai daerah. 25 terpidana diantaranya berstatus buron.

Beberapa terpidana yang belum dieksekusi yakni Sumita Tobing terpidana kasus korupsi pengadaan peralatan TVRI, Sumadikin Hartono terpidana kasus korupsi BLBI Bank Modern, Adelin Lis terpidana korupsi dana reboisasi dan illegal logging di Mandailing Natal, serta Djoko S Tjandra terpidana korupsi cessie Bank Bali.

Selain eksekusi fisik terpidana, Kejaksaan juga didesak bergerak cepat memproses eksekusi harta hasil korupsi. Sebagai contoh, belum dieksekusinya putusan MA atas aset milik Soeharto di Yayasan Beasiswa Supersemar.

Putusan MA tahun 2010, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun. Tapi, hampir tiga tahun pasca putusan inkrah, tidak ada kemajuan berarti dalam proses eksekusi.(Alsadad Rudi/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×