kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komisi I minta tinjau ulang pembelian kapal perang


Selasa, 26 Juni 2012 / 22:41 WIB
ILUSTRASI. Kabel produksi Supreme Cable


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menyuarakan perlunya peninjauan ulang kontrak Kementerian Pertahanan dengan sebuah perusahaan Belanda untuk pengadaan kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) senilai Rp 2,2 triliun. Kontrak antara Kemenhan dengan Director Naval Sale of Damen Schelde Naval Shipbuilding Evert Van Den Broek tentang pengadaan kapal perusak kawal rudal (PKR-10514) ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2012.

Namun, menurut Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin, banyak hal yang patut dipertanyakan dengan rincian detail kontrak. Di antaranya adalah kapal PKR 10514 itu akan dibangun di galangan kapal Belanda DAMEN dan bukan di PT PAL seperti yang telah direncanakan semula. Hal itu mengingkari prinsip transfer of technology yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Selain itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menyebut dari nilai kontrak sebesar US$ 220 juta untuk sebuah PKR, Indonesia melalui PT PAL hanya mendapat pekerjaan sebesar US$ 7 juta saja, atau kurang dari 3%. "Indonesia juga masih harus membayar biaya transfer of technology (TOT) sebesar US$ 1,5 juta," tutur Hasanuddin melalui rilis yang diterima KONTAN pada Selasa (26/6).

Kejanggalan lainnya, menurut Hasanuddin adalah mengenai sistem persenjataan (Combat System) yang meliputi radar semula 3 Dimensi (3D), ternyata di-downgrade menjadi hanya 2 Dimensi (2D) saja alias standar sipil biasa. Alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang terpasang juga tidak lengkap, seperti tidak adanya peluru kendali. Selain itu, peralatan radio tidak menggunakan teknologi standar militer.

Padahal di saat yang sama, TNI AL ternyata juga telah ditawari kapal sejenis dari Italia yang lebih lengkap, lebih murah dan memiliki nilai tambah terhadap kemajuan industri pertahanan dalam negeri khususnya PT PAL. Hasanuddin mengaku sudah diberitahukan pihak Pemerintah bahwa Orrizonte Sistem Navali (OSN), sebuah perusahaan dari Italia, juga telah mengajukan proposal lebih baik kepada TNI AL.

Perusahaan asal Italia OSN, sanggup membangun seratus persen pembuatan PKR 10514 di Indonesia, bekerjasama dengan PT. PAL. Pembangunan itu dijamin dengan local content minimal 30 % dan siap melibatkan PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad dan Krakatau steel. Harga per unit yang ditawarkan OSN juga sudah termasuk TOT dan kelengkapan lain, sehingga tak memerlukan adanya biaya tambahan.

Dalam proposalnya, lanjut Hasanuddin, OSN juga memastikan kapal pertama bisa selesai dalam 34 bulan setelah kontrak. Kapal PKR mereka juga akan dilengkapi dengan persenjataan yang lebih lengkap dan modern, antara lain surface to surface missile, torpedo Launcher System, radar 3D, dan sonar. "Dalam masalah ini, DPR akan mempertanyakan kontrak tersebut pada kesempatan pertama," kata Hasanuddin.

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak KPK mengusut rencana pembelian PKR senilai US$ 220 juta, atau sekitar Rp 2,2 triliun, karena memiliki banyak keanehan. IPW membandingkan proposal Kapal PKR milik Belanda dan milik Italia itu. Selain itu, berdasarkan penelusuran IPW, sejak 2009 pabrik kapal Belanda yang akan menjadi mitra pembangunan kapal PKR itu tidak berproduksi lagi.

Selama ini kapal perang yang diproduksi Belanda adalah kapal standar sipil dengan sistem radal kapal sipil. Karena itu, IPW juga menganggap aneh tindakan pemerintah yang akhir-akhir ini gencar melakukan pembelian alutsista TNI walau sasarannya kurang tepat. LSM itu mencurigai pembelian itu bisa jadi ada kaitannya dengan pengumpulan dana Pemilu 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×