Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2017 sebesar Rp 950 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi dari target dan realisasi PNBP 2016, yakni Rp 693 miliar dan Rp 357 miliar.
Sampai dengan Mei 2017, realisasi PNBP KKP telah mencapai Rp 135 miliar atau sekitar 14% dari target.
Direktur Perikanan Tangkap KKP, Syarief Widjaja mengatakan, target PNBP bukan merupakan target linier. "Maksudnya, bukan berarti kapal yang kami miliki bertambah, lalu pendapatannya juga naik secara linier. Memang untuk tahun 2016 - 2017 kenaikannya eksponensial," terangnya, di Gedung Mina IV, KKP, Senin (19/6) lalu.
Ia menjelaskan adanya banyak praktik manipulasi bobot kapal menjadi lebih kecil (markdown), menyebabkan realisasi PNBP selama dua tahun belakangan tidak berjalan linear.
"Karena banyak praktik markdown, kami berupaya memperbaiki standard. Istilahnya kalau ada tax amnesty, ini ada markdown amnesty," ungkapnya.
Perbaikan standard tersebut berupa pengukuran ulang kapal-kapal yang berupaya markdown. Syarief mengaku beberapa pemilik kapal ada yang meminta waktu lebih untuk memenuhi prosedur pengukuran kapal, sehingga membuat realisasi target PNBP molor.
Meski demikian, Syarief mengaku optimis jika target PNBP tahun ini dapat tercapai. Minimal lebih tinggi dari persentase realisasi tahun lalu. Selain melakukan pengukuran ulang, KKP juga memperbaiki sektor penataan izin kapal.
"Ini kan, kami berupaya merapikan ukuran kapal dan percepatan izin. Pengukuran ulang kapal maksimal tahun ini, maka peluang PNBP semakin besar bisa bertambah," tuturnya.
Sebagai informasi, target ambisius tersebut dipasang, setelah pemerintah mengerek tarif pungutan hasil perikanan (PHP) hingga 5-10 kali lipat melalui Peraturan Pemerintah (PP) no. 75/2015 terhitung mulai Desember 2015.
Perubahan tarif yang dimaksud, misalnya, persentase penghitungan izin penangkapan ikan untuk kapal penangkap ikan atau kapal pendukung operasi penangkapan ikan skala kecil, kini 5%. Padahal dalam PP No 19/2006 sebelumnya, persentasenya hanya 1%. Sedangkan untuk skala besar, persentase penghitungan tarif melesat dari 2,5% menjadi 25%.
Syarief mengungkapkan jika KKP juga tengah menggiatkan pengukuran ulang kapal buatan dalam negeri yang berizin daerah. Dengan ketentuan, jika di bawah 30 gross ton (gt) tidak perlu membayar PNBP. Akan tetapi, jika terbukti kapal itu ternyata berukuran lebih dari 30 GT, akan dilakukan migrasi dari izin daerah menjadi izin pusat.
Selain itu, KKP akan menguatkan pengelolaan sumber daya ikan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan, melalui skema penataan alokasi perizinan. Jika stok ikan di satu WPP tersebut sedang melimpah, maka perizinan cenderung dipermudah. Jika stok ikan mulai menipis, izinnya akan ditahan sementara waktu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News