kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kisah Lebaran dari pinggir Danau Lumpur Lapindo


Jumat, 09 Agustus 2013 / 14:37 WIB
Kisah Lebaran dari pinggir Danau Lumpur Lapindo
ILUSTRASI. Fitur Sijejak dapat digunakan di aplikasi PeduliLindungi versi terbaru dengan mengaktifkan fitur Sijejak ? Lacak Kontak Erat. KONTAN/Fransiskus SImbolon


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Cipta Wahyana

SIDOARJO. Sejak lama, kawasan Danau Lumpur Lapindo telah menjadi tujuan "wisata" bagi masyarakat Jawa Timur dan sekitarnya. Seperti halnya kawasan wisata lain, selama masa Lebaran kali ini, jumlah masyarakat yang mengunjungi danau lumpur tak berujung itu juga meningkat.

Buat Kusdiyanto (46), penjaja VCD/DVD "Tragedi Hot Mudflow",  masa-masa seperti ini adalah masa memanen rezeki. "Kadang lebih banyak, sih, yang datang pas libur gini. Tapi, ya, nggak akeh banget (tapi ya tidak banyak banget). Biasanya, yang mau jalan-jalan ke Malang dari Surabaya, mampir sebentar ke sini," cerita Kusidyanto.

Saat dijumpai KONTAN, Jumat (9/8), di pinggiran Danau Lumpur Lapindo, Kusdiyanto mengakui dirinya berasal dari Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Jadi, dia merupakan saksi hidup dan sekaligus korban luapan lumpur Lapindo.

Akibat bencana tersebut, dirinya kehilangan profesi sebagai tukang becak. Tak cuma itu, rumahnya juga amblas tertelan Lumpur Lapindo sejak 7 tahun lalu. "Rumah saya sudah amblas mas, bersama becak saya," kata Kusdiyanto. Kini, ia terpaksa menyambung hidup dengan menjajakan VCD/DVD "Tragedi Hot Mudflow" bagi para pelancong di Danau Lumpur Lapindo. "VCD ini saya dapat dari teman saya di Koperasi Karang Taruna Jatirejo. Saya cuma bantu jualan saja," jelas Kusdiyanto.  

Kusdiyanto menegaskan, dirinya tak pernah bisa melupakan tragedi Lumpur Lapindo yang meluap pada 26 Mei 2006. Ia menyaksikan sendiri bagaimana tragedi itu telah menenggelamkan 16 Desa dan 3 Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.

Saat masih tinggal dirumah lamanya, setidaknya ia bisa mendapat Rp 100.000 - Rp 150.000 sebulan dari mengayuh becak. "Saiki (sekarang), saya nggak punya apa-apa lagi mas." jelas Kusdiyanto. Bagi Kusdiyanto, menggenjot penjualan keping film Lumpur Lapindo di masa Idul Fitri ini menjadi lebih masuk akal ketimbang melewatkan Lebaran bersama handai taulan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×