Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2018 DPR hanya mampu mengesahkan lima Rancangan Undang-Undang (RUU), dari target 50 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.
Kelima beleid tersebut adalah: Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; revisi MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3); Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; Kekarantinaan Kesehatan; dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) I Made Leo Wiratma bilang, capaian tersebut merepresentasikan kinerja legislasi DPR yang buruk.
"Sejak 2015 DPR selalu menargetkan Prolegnas lebih dari 40 RUU, tapi capaiannya terbilang buruk. Pada 2018 dengan 50 RUU prioritas, hanya ada 5 yang disahkan," katanya di Kantor Formappi, Jakarta Jumat (21/12).
Tak hanya dari perbandingan target, capaian tahun ini pun dinyatakan Made menurun dibandingkan tahun-tahun sebelum sejak 2016. Perinciannya pada 2014 dari 40 RUU Prioritas, 3 RUU disahkan. Pada 2015 dengan 50 RUU prioritas, 10 disahkan, kemudian pada 2017 dengan 52 RUU prioritas hanya 6 yang disahkan.
Alasan tak mumpuninya kinerja legislasi DPR disebutkan Made lantaran, anggota DPR kerap mengulur waktu pembahasan. Made bahkan mencatat ada 17 RUU yang dibahas hingga lima kali masa sidang.
Padahal DPR punya batasan selama tiga kali masa sidang untuk mengesahkan RUU. Meskipun dalam pasal 99 UU 17/2014 tentang MD3, masa pembaharuan bisa kembali diperpanjang berdasarkan keputusan rapat paripurna.
Soal ini, Made bilang bahwa hal tersebut membuktikan DPR memang tak memiliki manajemen yang baik ihwal legislasi. Pun soal kemampuannya.
"Harusnya DPR lebih sadar kemampuannya, daripada mematok target tinggi, memang lebih baik target prioritas diturunkan," sambungnya.
Selain soal kuantitas yang jeblok, secara kualitas Made juga bilang bahwa produk legislasi tak biaa dibilang berkualitas. Hal tersebut misalnya ditandai dengan banyaknya kritik, dan UU yang diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Terkait rendahnya kinerja legislasi DPR, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas enggan memberikan komentar. "Nanti ya, saya sedang acara," katanya saat dihubungi Kontan.co.id.
Sementara Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam pidatonya pada penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2018/2019 13 Desember 2018 lalu menyatakan beberapa kendala kerap molornya pembahasan legislasi justru datang dari pemerintah.
Pertama, tak ada sinergi yang baik antar lembaga pemerintah, kedua pemerintah kerap lamban mengirim Daftar Inventarisasi Masalah atawa DIM, dan terakhir kementerian kerap mengirim wakil yang tak berwenang ambil keputusan dalam pembahasan.
“Dewan mengharapkan para Menteri yang telah ditunjuk Presiden lebih serius untuk segera membahas bersama DPR, agar RUU dapat segera disahkan menjadi UU sebagai solusi mengatasi berbagai permasalahan rakyat,” ungkap Bamsoet sebagaimana dikutip dari laman resmi DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News