Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Selain struktur defisit anggaran yang perlu diwaspadai, struktur defisit neraca keseimbangan primer juga perlu diwaspadai. Pemerintah ingin mengarahkan neraca keseimbangan primer menuju surplus pada tahun 2019 mendatang.
Selama beberapa waktu terakhir, keseimbangan primer anggaran mengalami defisit. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan keseimbangan primer untuk bisa lebih baik berasal dari dua sisi. Pertama, dari sisi pendapatan dan kedua dari sisi belanja.
"Secara normal (keseimbangan primer) bisa lebih hemat kalau pendapatan bisa lebih tinggi atau belanja lebih hemat," ujar Askolani pekan ini. Pada tahun 2014 lalu, pemerintah mencatat realisasi defisit keseimbangan primer sebesar Rp 94 triliun atau 88,7% dari target Rp 106 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014.
Artinya, pemerintah harus membayar utang dengan menerbitkan utang baru. Keseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja tanpa menghitung pembayaran bunga utang. Jika berada dalam kondisi defisit, berarti pendapatan negara tidak bisa menutupi pengeluaran sehingga membayar bunga utang dengan menggunakan pokok utang baru.
Pendapatan negara hanya mencapai 94% dari target Rp 1.636,4 triliun pada tahun 2014. Menurut Askolani, sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintah ingin mengarahkan neraca keseimbangan primer anggaran lebih baik. Pada tahun 2019 nanti pemerintah akan arahkan defisit anggaran turun ke arah 1% sehingga neraca keseimbangan primer bisa surplus.
Salah satu cara yang paling optimis bisa dilakukan pemerintah adalah dari sisi belanja dengan mengerem belanja. Dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan, Kemkeu akan memangkas satuan kerja (satker) kementerian/lembaga yang saat ini jumlahnya mencapai 25.000 satker. Jumlah satker ini harus dikurangi dengan target penurunannya hingga setengah yaitu sekitar 11 ribu-12 ribu dalam waktu 2-3 tahun ke depan.
Bukan hanya karena manajemen yang tidak efisien, jumlah satker yang tinggi juga mengakibatkan anggaran boros. "Kita bandingkan dengan negara lain. Negara lain itu sekitar setengah (dari 22 ribu-25 ribu)," tandasnya.
Untuk tahun ini, ia melanjutkan, pemangkasan satker belum bisa ditargetkan jumlahnya. Hal ini dikarenakan pihak Kemkeu masih akan melakukan kajian terlebih dahulu dengan kementerian/lembaga. Kemkeu pun sedang melakukan edukasi kepada kementerian/lembaga untuk bisa membuat perencanaan anggaran lebih baik.
Untuk tahun 2015, Kemkeu menargetkan defisit keseimbangan primer pada posisi Rp 80 triliun. Jumlah defisit yang turun tipis ini lantaran berbagai belanja tidak produktif yang dipangkas terutama belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) premium yang dihapuskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News