Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga saat ini pembahasan upah minimum untuk tahun depan masih bergulir. Pengusaha dan buruh belum mencapai kesepatakan terkait rumusan kenaikan upah pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagai permohonan uji materiil UU Cipta Kerja, termasuk di dalamnya mengenai ketentuan upah.
Pihak pekerja menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 tidak memakai formula berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2023 tentang Pengupahan. Beleid yang berlaku sejak sejak 10 November 2023 dianggap tidak berlaku menyusul putusan MK tersebut.
Di sisi lain, pihak pengusaha tetap berpandangan penentuan upah minimum 2025 masih memakai PP No. 51/2023. Kalangan pengusaha juga keberatan jika kenaikan upah terlalu tinggi, seperti dituntut buruh yakni 8%-10%. Pasalnya, sangat membenani pihak industri di tengah ekonomi yang masih berat dan pelemahan daya beli.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam mengatakan, pengusaha tidak menolak adanya kenaikan upah minimum tahun depan. Hanya saja, Apindo meminta dalam penentuan upah kudu mempertimbangkan kondisi ekonomi dan industri.
"Kami berharap penetapan UMP 2025 masih mengikuti ketentuan PP No. 51/2023 karena dianggap cukup adil untuk upah minimum," katanya saat berbincang dengan KONTAN, Minggu (17/11).
Baca Juga: Wacana Kenaikan UMP 2025, Inaplas Harap Pemerintah Bantu Naikkan Utilisasi Industri
Bob menjelaskan, dengan merujuk PP No. 51/2023, besaran kenaikan UMP 2025 mencapai 3,5% dengan asumsi inflasi Oktober 2024 sebesar 1,71%, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2024 sebesar 4,95%, dan dengan indeks alfa yang dibapakai 0,10-0,30. Meski kenaikan upahnya 3,5%, nyatanya penguasaha harus menanggung beban biaya upah lebih dari 6%-7%. "Harus diingat, tidak hanya upah minimum untuk pekerja paling bawah saja yang naik, tapi pekerja ats dan gajinya lebih besar juga ikut menyesuaikan," sebutnya.
Apindo tidak sepakat dengan anggapan kenaikan upah yang tinggi maka daya beli meningkat, sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Menurut Bob, sejatinya inflasi rendah akibat barang impor murah yang dikonsumsi masyarakat.
Sementara indutris dalam negeri justru terpuruk akibat banjir produk impor murah. "Satu sisi ditekan kenaikan upah untuk ungkit daya beli, tapi di sisi lain industri hancur akibat produk impor," keluhnya. Atas dasar itu, Apindo meminta kenaikan UMP 2025 dibarengi dengan pemangkasan PPN dan PPH, sehingga menjadi stumulus bagi industri untuk mempertahankan kinerja.
Kalangan pekerja tetap menolak penetapan UMP 2025 memakai rumusan sesuai PP No. 51/2023. Pasalnya, dalam formula upah tersebut terdapat indeks tertentu berada di rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30. Adanya indeks koefisien ini yang membuat rezim upah murah terus dipertahankan. Sebab itu, buruh menuntut jika masih memakai PP No. 51/2023, maka indeks koefisien sebagai pembagi upah yakni 1,0-1,2.
"Buruh menolak penetapan upah memakai PP No. 51/2023 karena tidak sesuai dengan putusan MK," tandas Presiden KSPI Said Iqbal. Dengan asumsi indeks koefisien 1,2 sesuai usulan buruh, inflasi Oktober 2024 sebesar 1,71%, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2024 sebesar 4,95%, maka UMP 2025 minimal sebesar 7,65% .
Yang terang, kenaikan UMP 2025 hingga 10% bukan tanpa dasar. Menurut Said, daya beli buruh turun hingga 30% lantaran dalam dua tahun belakangan ini inflasi di kisaran 2,5% sedangkan kenaikan upah hanya 1,6% atau di bawah inflasi. Tak ayal, pendapatan buruh menjadi tekor.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli belum bisa memastikan apakah penetapan dan pengumuman upah minimum 2025 pada 21 November atau mundur. Pasalnya, pemerintah masih menggodok aturan pengupahan baru pasca putusan MK. Berdasarkan, aturan sebelumnya yakni PP No.51/2023, upah minimum ditetapkan dan diumumkan paling lambat 21 November untuk provinsi dan 30 November untuk kabupaten/kota. Meski demikian, Yassierli memastikan, UMP 2025 bakal naik.
Baca Juga: Angin Segar Bagi Perkembangan Kawasan Industri di Indonesia, Ini Sebabnya
Selanjutnya: Penurunan Penerbitan SRBI Bisa Dorong Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
Menarik Dibaca: Metode Kakeibo Bisa Bantu Hemat Pengeluaran Loh, Ini Cara Lakukannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News