kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan suku bunga acuan BI relatif agresif


Sabtu, 30 Juni 2018 / 13:20 WIB
Kenaikan suku bunga acuan BI relatif agresif


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 28-29 Juni menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25%. Suku bunga deposit facility (DF) dan lending facility (LF) juga naik 50 bps menjadi 4,5% dan 6%.

Kenaikan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) kali ini terbilang agresif dan melebihi proyeksi sejumlah kalangan. Sebab, para ekonomi dan pelaku pasar memprediksikan BI akan menaikkan bunga acuan sebesar 25 bps.

Oleh karena itu, kenaikan bunga acuan sebesar 50 bps semakin menunjukkan upaya bank sentral memperketat kebijakan moneter. Hanya dalam kurun waktu dua bulan, BI mendongkrak suku bunga acuan total sebesar 100 bps. "Keputusan kenaikan suku bunga acuan tersebut merupakan langkah lanjutan BI untuk menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara, dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI usai RDG kemarin.

Tekanan pasar domestik memang besar pasca libur panjang Lebaran. Nilai tukar rupiah terus melemah hingga ke level Rp 140.404 per dollar AS menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, pada Jumat (29/6). Nilai tukar ini merupakan terlemah dalam dua tahun terakhir.

BI tetap menopang kebijakan kenaikan suku bunga acuan dengan melakukan intervensi ganda di pasar valuta asing (valas), serta strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar rupiah dan swap antar bank. BI berjanji mencermati perkembangan, baik domestik maupun global, guna memperkuat respons bauran kebijakan yang perlu ditempuh.

Rupiah sandwich

Jelas saja, kenaikan suku bunga acuan akan mendapat respons perbankan, dengan mengerek suku bunga deposito dan kredit. Padahal, belakangan perbankan baru menurunkan bunga kredit, menjawab penurunan suku bunga acuan pada tahun lalu.

Biasanya, efek penurunan suku bunga acuan BI terhadap perbankan ada jeda waktu. Namun, jika suku bunga acuan BI naik, perbankan lebih cepat merespons dengan mengatrol bunga kredit.

Meski demikian, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Tony Prasetiantono menilai, kenaikan BI7DRRR sebesar 50 bps sudah tepat. "Tadinya, jika rupiah hanya Rp 14.200, saya pikir kenaikan 25 bps sudah cukup. Tapi, ini, kan, Rp 14.400, jauh dari level fundamental Rp 14.000," ungkap Tony.

Kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi US$ 77 per barel turut menekan rupiah. Tren ini menyudutkan kredibilitas fiskal Indonesia yang merupakan negara pengimpor minyak. Tony melihat, rupiah sekarang bak sandwich, tertekan dari dua sisi sekaligus: moneter dan fiskal.

Menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, isu perang dagang AS versus China akan mendorong renmimbi lemah demi mengamankan ekspor China. BI perlu menaikkan suku bunga acuan 50 bps, agar dana asing tetap masuk ke RI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×