kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kenaikan Harga Minyak Dunia Jadi Simalakama bagi Pemerintah


Rabu, 29 Desember 2021 / 14:42 WIB
Kenaikan Harga Minyak Dunia Jadi Simalakama bagi Pemerintah
ILUSTRASI. Kenaikan harga minyak dunia diperkirakan akan berlanjut di tahun 2022 nanti. Kenaikan harga energi ini berpotensi berdampak ke masyarakat.


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak dunia diperkirakan akan berlanjut di tahun 2022 nanti. Kenaikan harga energi ini berpotensi berdampak ke masyarakat.

Namun, Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya menilai, efek yang akan dirasakan masyarakat secara langsung akan tergantung pada pemerintah, apakah akan melanjutkan subsidi energi atau menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dua pilihan kebijakan itu bisa menjadi buah simalakama bagi pemerintah.

Apabila pemerintah melanjutkan subsidi energi, Berly mengatakan, hal ini akan membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia membesar, walaupun di tahun 2022 defisit anggaran masih bisa melebihi 3% dari PDB dan tidak perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Namun menaikkan harga BBM akan meningkatkan inflasi dan menggerus daya beli. Jadi ini simalakama,” kata Berly ketika dihubungi Kontan, Selasa (28/12).

Baca Juga: Gapmmi: Kenaikan Biaya Energi Dapat Mempengaruhi Harga Produk Mamin di Pasar

Saat ini, ia melihat, ada dua hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi efek kenaikan harga minyak dunia. Yakni dengan mempercepat transisi energi baru terbarukan (EBT), dan akselerasi revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) untuk menggenjot investasi ke sektor migas.

Selain itu, juga mendorong biodiesel yang diproduksi di dalam negeri. Namun, karena saat ini harga minyak sawit sedang naik, ini akan lebih menguntungkan untuk ekspor.

Untuk transisi EBT, kata Berly, saat ini menjadi kesempatan yang tepat, karena solar panel harganya semakin kompetitif.

Baca Juga: Harga Minyak Naik Tipis, Brent ke US$79,10 per barel dan WTI ke US$76,03 per barel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×