Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencabut persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) aktivitas perusahaan pertambangan di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
"Langkah ini diambil seiring dengan pencabutan izin utama dari instansi teknis terkait," ungkap Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kemenhut, Ade Triaji Kusumah, dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
Izin itu menjadi pertimbangan Kemenhut memberikan persetujuan penggunaan kawasan. Menrut Ade, proses perizinan tambang dalam kawasan hutan hanya dapat dilakukan setelah pemegang izin memenuhi berbagai persyaratan awal.
Persetujuan penggunaan kawasan hutan diberikan setelah adanya izin usaha pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau pemerintah daerah melalui Dinas ESDM.
Baca Juga: Menuju Obi, Kapal Berhenti di Tengah Laut Sampai Ada Lampu Terang Saling Bersahut
Kemudian, perusahaan telah mendapatkan rekomendasi dari kepala daerah dan memiliki izin lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup atau dinas lingkungan hidup daerah.
"Jika seluruh syarat tersebut terpenuhi, barulah Kementerian Kehutanan memberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan," ucap Ade.
Ade menjelaskan persetujuan Kemenhut disertai dengan kewajiban lain berupa penataan batas lokasi kegiatan agar tidak melebihi area izin serta penyusunan dan pelaksanaan Penataan Areal Kerja (PAK).
Pemegang izin juga wajib melaksanakan reklamasi pasca tambang, yang dananya dijamin melalui Jaminan Reklamasi di Kementerian ESDM.
Pihak pedusahaan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) serta melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada sektor kehutanan.
Baca Juga: Inilah Pemilik Resmi Kapal JKW & Iriana yang Viral Kala Polemik Tambang Raja Ampat
"Namun, karena izin utama dari sektor pertambangan telah dicabut, maka secara otomatis persetujuan penggunaan kawasan hutan juga dihentikan, sesuai dengan prinsip legalitas yang berlaku," papar dia.
Protes Masyarakat Setempat
Ade mengakui, sempat terjadi aksi protes yang dilakukan masyarakat di Pulau Wawonii. Ia berpandangan, aksi ini sah-sah saja apalagi jika terbukti ada pelanggaran batas wilayah, izin yang tidak lengkap, maupun ketidaksesuaian dengan ketentuan.
"Masyarakat didorong untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum kehutanan seperti Direktorat Jenderal Gakkum, atau aparat lokal yang tergabung dalam Satgas Penertiban Kawasan Hutan," ucap dia.
Dengan pencabutan izin pertambangan, Kemenhut berkomitmen melindungi kawasan hutan, menegakkan hukum, memberikan pelayanan perizinan yang akuntabel dan berbasis hukum.
"Upaya penertiban kawasan hutan akan terus dilakukan sebagai bagian dari agenda pembenahan tata kelola sumber daya alam nasional," imbuh Ade.
Baca Juga: Selain Rusak Alam, Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat Diduga Langgar Aturan Ini
Mengutip Kompas.id, Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas menolak permohonan perusahaan nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, untuk menghapus larangan menambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada Maret 2024.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) juga mengabulkan semua gugatan warga dan membatalkan sejumlah pasal dalam Perda Nomor 2/2021 tentang RTRW Konawe Kepulauan 2021-2041 terkait dengan pertambangan di Wawonii.
Sementara itu, pada awal Oktober 2025, MA kembali mengabulkan upaya kasasi warga Wawonii dalam perkara gugatan pembatalan dan pencabutan Izin PPKH milik sebuah perusahaan tambang nikel.
Selanjutnya: BCA Catat Pertumbuhan Laba 16% YoY Periode Januari-Mei 2025
Menarik Dibaca: Promo JCO The Breeze BSD City 16-20 Juni, 2 Minuman + 1 Box Jpops Cuma Rp 120.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News