Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
Selanjutnya, Arya memaparkan dua kriteria khusus yang dijadikan patokan untuk menentukan apakah perusahaan terkait akan dimerger atau dibubarkan. Kriteria pertama, apabila perusahaan terkait tidak bisa memiliki penghasilan secara komersial, atau dengan kata lain tidak menghasilkan uang lagi. Kedua, apabila perusahaan terkait tidak memiliki kontribusi terhadap publik dan juga obligasi.
"Itu saja sebenarnya kriterianya, gampang. Nanti pilihannya apakah dimergerkan ataukah dibubarkan begitu," jelas Arya.
Selain itu, Arya juga menjelaskan bahwa pihak BUMN sedang mengusulkan peninjauan ulang terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2003. Hal itu dilakukan agar pihak BUMMN dapat memiliki kewenangan untuk melakukan merger dan juga pembubaran kepada perusahaan.
Baca Juga: Erick Thohir tunjuk mantan petinggi Taspen jadi direktur Asabri
Adapun PP No. 41 Tahun 2003 merupakan peraturan pemerintah tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
Beberapa poin di dalam PP tersebut membatasi gerak BUMN dalam hal pembubaran BUMN, penggabungan, peleburan atau pemecahan Persero, perencanaan pembagian dan penggunaan laba Persero. Pasalnya, apabila ingin melakukan hal tersebut, Menteri BUMN harus melapor kepada Menteri Keuangan terlebih dahulu.
Kemudian, Arya mengungkap tiga strategi yang akan dilakukan BUMN untuk memulihkan kinerja perusahaan yang dianggap mulai tidak sehat. Strategi tersebut adalah perubahan manajemen, mencari model bisnis yang tepat, serta melihat peluang teknologi.
"Tapi model bisnis ini harus tetap di core bisnisnya, dengan kata lain dia tidak bisa menyimpang dari inti bisnisnya," kata Arya.
Baca Juga: Ini pandangan Hotel Indonesia Natour (HIN) soal pembentukan holding BUMN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News