kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kemenkop layak jadi Kemenko Ekonomi Rakyat


Rabu, 09 Agustus 2017 / 16:33 WIB
Kemenkop layak jadi Kemenko Ekonomi Rakyat


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) layak ditingkatkan fungsinya menjadi Kementerian Koordinator Ekonomi Rakyat. Pasalnya, fungsi Kementerian Koperasi dan UKM selama ini selalu dianggap sebagai kementerian yang dikhususkan untuk mengurusi Koperasi dan UKM.

Sementara tanggungjawab pemberdayaan koperasi dan UKM di kementerian dan lembaga negara lainnya tidak diperhatikan.

"Padahal masalah krusialnya itu bagaimana pengembangan koperasi di seluruh sektor ekonomi," ujar pengamat koperasi Suroto dalam keterangan tertulis Kemenkop UKM pada Rabu (9/8).

Suroto yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) mencontohkan, masalah pemberdayaan nelayan.

"Petambak itu kan ada di kementeriaan KKP. Masalah peternakan dan pertanian ada di Kementan. Masalah perindustrian rakyat ada di Kementerian Perindustrian. Dan masih banyak lagi yang kalau dilihat Kementerian-kementerian itu beberapa hanya menempatkan fungsi perkoperasiannya di tingkat eselon tiga atau empat. Tidak jadi komitmen serius dari Kementerian atau Lembaga ( K/L)," kata Suroto.

Akibatnya masalah nelayan, petani, petambak, perajin, pedagang kecil dan basis kehidupan ekonomi rakyat selama ini, seakan semuanya ditumpukan ke Kementerian Koperasi dan UKM. Sementara kementerian lainya seolah cuci tangan. Bahkan, ada yang memunculkanya sebagai ego sektoral. Contohnya, Kementerian Desa Dan PDT yang mengabaikan entitas badan hukum koperasi ketika mengembangkan BUMDes.

Terkunci regulasi

Lebih lanjut Suroto menjelaskan, regulasi sektoral lainnya juga mengunci kementerian koperasi dan UKM, dengan melakukan diskriminasi, subordinasi dan bahkan mengeliminasinya. Contoh paling kongkrit di tingkat UU misalnya UU BUMN yang mewajibkan badan hukum Persero, lalu UU Rumah Sakit yang juga sama. Bahkan sampai di tingkat Permen seperti Permendes tentang BUMDes yang harus badan hukum Persero.

"Hal ini yang sebabkan koperasi sebagai basis ekonomi rakyat kita itu tidak berkembang dan kontribusinya jadi sangat kecil terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB)," ungkap Suroto.

Saat ini kontribusi Koperasi terhadap PFB hanya 4 persen. Kecilnya kontribusi ini dinilai tidak sesuai dengan konstitusi kita yang pesannya untuk kembangkan demokrasi ekonomi dimana koperasi itu merupakan bangun perusahaan yang cocok untuk itu. Hal ini menjadi salah satu sebab yang membuat koperasi di Indonesia tidak berkembang sebagaimana mestinya.

Di tengah berbagai kendala di atas Suroto menilai, kinerja Kementerian Koperasi dan UKM sekarang sudah baik di bawah kepemimpinan Anak Agung Gede Puspayoga, dengan program reformasi total, yang mencakup rahabilitasi, reoritentasi dan pengembangan koperasi. "Setidaknya ada upaya melakukan rehabilitasi citra koperasi," kata Suroto.

Ini dapat dilihat dari upaya untuk membubarkan koperasi papan nama dan mengawasi rentenir berbaju koperasi, yang sepanjang sejarah Kementerian belum pernah dilakukan. Lalu upaya reorientasi dimana koperasi diarahkan ke kualitas bukan kuantitas, dan pengembangan berbagai usaha koperasi.

"Reformasi total koperasi bahkan mendapat apresiasi dari negara tetangga misalnya Timor Leste yang ingin meniru konsep reformasi total ini," tambah Suroto.

Konsolidasi ekonomi rakyat

Menurut Suroto, konsolidasi nasional ekonomi rakyat tidak akan terjadi kalau polanya masih seperti sekarang ini. Kemenkop akan berhadapan terus masalah dari koleganya di K/L lain. Menurut ia, usaha pengembangan koperasi tidak akan mungkin bisa dilakukan dengan fungsi dan regulasi yang ada saat ini. Karena itu Presiden harus melakukan sesuatu yang tidak biasa. Out of the box.

"Untuk itu usulan saya, Kementerian Koperasi dan UKM itu baiknya dinaikkan jadi semacam kementerian koordinator dan lalu untuk memperkuat mandatnya segera dibentuk UU Perkoperasian baru yang sudah di Parlemen," katanya.

Tapi karena draftnya sudah ditengarai banyak kepentingan sempit, baiknya dibuat saja Perppu. Hal itu juga memenuhi syarat, karena paska dibatalkannya UU No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi, UU No. 25 Tahun 1992 juga sudah tidak memadai untuk pengembangan koperasi. Kalau menunggu beleid baru lahir terlalu lama dan misinya tidak akan tercapai.

Nah, setelah dilakukan perombakan lalu baiknya di bawah Perppu atau UU itu segera dibentuk semacam PP dan Keppres untuk mendorong munculnya kebijakan nasional perkoperasian agar bisa jadi guidance bagi pengembangan koperasi di seluruh K/L juga masyarakat.

Koperasi di negara lain bukan hanya telah jadi konglomerasi sosial, peranannya sangat strategis karena membuat ekonomi menjadi lebih adil, berkelanjutan, ekologis bisa menjaga stabilitas politik karena membawa misi perdamaian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×