Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kementerian Perhubungan menganggap pengurangan rute Lion Air sebagai sanksi seringnya ketidaktepatan waktu penerbangan (delay).
"Itu sudah jadi sanksinya. Pengurangan rute kan kerugian juga untuk mereka," ungkap Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bhakti, usai rapat kerja dengan Komisi V DPR, Kamis (14/7).
Pengurangan rute itu merupakan imbas dari kewajiban Lion Air menempatkan 13 pesawat cadangan di bandara dan menambah waktu pesawat di darat (ground time). Pesawat cadangan itu dialokasikan untuk mengantisipasi perlunya perbaikan atau keterlambatan kedatangan pesawat dari bandara sebelumnya.
Dengan adanya pengurangan rute yang cukup signifikan itu, kata Herry, menimbulkan penurunan frekuensi penerbangan yang cukup signifikan. Terutama lantaran maskapai penerbangan bertarif murah itu mengurangi hampir 19% dari total armadanya sebanyak 69 unit.
Oleh karena itu, pascapenerapan sanksi itu mulai 19 Juli 2011 maka maskapai lokal lainnya dapat menggunakan rute penerbangan yang harus ditinggalkan Lion Air sampai tercapainya ketepatan waktu penerbangan (on time performance/OTP) sebesar 90%. "Itu akan diisi maskapai lokal," tuturnya.
Sebagai informasi, Lion Air dan Wings Air memegang rute yang melintasi 63 kota tujuan di seluruh Indonesia dan tujuh kota tujuan regional/internasional.
Lion Air memiliki 69 pesawat yang terdiri dari 50 Boeing 737-900 ER, dua Boeing 747-400, empat Boeing 737-300, sembilan Boeing 737-400, dan empat unit MD-90. Sementara Wings Air memiliki 16 pesawat, yaitu 12 ATR 72-500, dua unit Dash-8, tiga unit MD-82. Dengan demikian, total armada Lion Air Group sebanyak 85 pesawat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News