Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor ekonomi digital di Indonesia terus berekspansi dan menarik minat banyak investor. Kajian Google-A.T Kearney tahun lalu mencatat sebesar US$ 3 miliar investasi asing mengalir ke dalam negeri untuk bisnis digital.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 lalu juga menunjukkan sektor ekonomi digital mampu berkontribusi 7,2% terhadap total PDB dengan nilai Rp 225 triliun, tumbuh 10% setiap tahunnya (yoy).
Kendati begitu, potensi penerimaan negara melalui pajak dari sektor ekonomi digital masih mandek. Pasalnya, kebijakan dan aturan perpajakan untuk sektor ini tak kunjung rampung digarap.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce dianggap belum memadai dan kuat untuk mengatur perpajakan industri e-commerce.
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai sejumlah poin krusial belum terakomodasi dalam aturan tersebut.
"Seperti subjek pajak, objek PPN berupa barang kena pajak (BJP) atau jasa kena pajak (JKP) harus lebih jelas, serta DPP PPN atas transaksi pemberian cuma-cuma yang sering dilakukan untuk promosi, mekanisme pemungutan, dan lainnya," terang Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA, Kamis (25/10).
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan belum lama ini menyampaikan kepada Kontan, pemerintah tengah mempelajari pajak untuk ekonomi digital di dalam negeri secara bertahap. Namun, salah satu yang aturan yang tengah dikaji untuk beredar segera menurut Robert ialah pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi para merchant dan pemain bisnis e-commerce.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Hestu Yoga Saksama, mengatakan lebih lanjut, aturan tersebut masih terus didiskusikan di antara DJP, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), serta para pelaku platform e-commerce.
"Intinya tujuannya adalah pelaku tetap nyaman berjualan di platform e-commerce dengan ketentuan pajak nantinya," kata Hestu kepada Kontan.
Senada, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Rofyanto Kurniawan juga mengatakan, saat ini fokus pemerintah adalah membantu pelaku usaha e-commerce dari segi pelaporan, belum lebih jauh sampai ke aturan pemungutan.
"Di tahap awal, itu dulu yang akan coba kita atur supaya tetap bisa memberikan kepuasan pelaku usaha di sector e-commerce," ujar Rofyanto.
Sementara, Hestu memperjelas, yang menjadi target aturan NPWP ini adalah para pelapak baik perorangan maupun usaha mikro kecil dan menengah (UKM) yang berdagang melalui platform e-commerce.
"Skema yang kami pikir terbaik yaitu platform membantu DJP menjadi channel bagi pelapak untuk mendaftar NPWP. Namun ini masih dibahas," terang Hestu lebih lanjut.
Nantinya, jika para pelapak telah terdata dan memiliki NPWP, akan lebih mudah bagi mereka untuk melakukan proses self-assessment dalam melapor dan membayarkan pajaknya.
Dalam memberlakukan pajak, Hestu bilang, DJP juga mengedepankan pembinaan terhadap UMKM sehingga industri ini tetap tumbuh.
"Kan sudah ada PPh Final juga yang hanya 0,5% untuk UMKM sehingga ini bisa lebih membantu nanti," pungkasnya.
Sayang, saat ditanyakan target rampungnya aturan ini, Hestu belum bisa menjawab. "Saya sulit kalau bicara target selesainya karena memang masih terus dibahas dan kami berusaha mencari skema dan instrumen terbaiknya," tutup Hestu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News