kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,28   -13,21   -1.43%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Empat tahun kinerja Jokowi-JK: positif tapi banyak catatan


Kamis, 25 Oktober 2018 / 22:11 WIB
Empat tahun kinerja Jokowi-JK: positif tapi banyak catatan
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo


Reporter: Havid Vebri | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tanggal 20 Oktober 2018, genap empat tahun Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Berarti, tersisa satu tahun lagi duet kepemimpinan mereka memerintah negeri ini.

Sejak awal pemerintahan, Jokowi-JK langsung berusaha membayar janji-janji kampanye mereka, termasuk di bidang ekonomi, yang tertuang dalam Nawa Cita. Keduanya menurunkan program prioritas itu ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019.

Contoh, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Jokowi-JK mewujudkannya dengan gencar membangun infrastruktur hingga pelosok nusantara. Mimpi besar mereka: membangun konektivitas di semua wilayah serta memupus kesenjangan ekonomi  di sekujur negeri ini.

Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom Indef, menilai, membangun ekonomi dari pinggiran melalui pembangunan infrastruktur hingga daerah terluar dan tertinggal harus diakui sebagai salah satu keberhasilan Jokowi-JK. “Lewat infrastruktur, disparitas harga bahan bakar minyak (BBM) coba ditekan dengan Program BBM Satu Harga,” ungkap Bhima.

Masih dalam semangat membangun dari pinggiran, Pemerintahan Jokowi-JK menggulirkan dana desa dalam jumlah besar. Tahun ini, angkanya mencapai Rp 60 triliun. Bahkan, tahun depan, rencananya naik menjadi Rp 73 triliun.

“Salah satu wujud nyata keberpihakan pemerintah dalam membangun ekonomi dari pinggiran dapat dilihat dari pembangunan desa,” sebut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika.

Selama program ini bergulir sejak empat tahun lalu, Erani mengklaim, jumlah desa tertinggal berkurang 39,3% atau sebanyak 8.035 desa menjadi hanya 12.397 desa. Angka ini 16,5% dari total jumlah desa di Indonesia. Desa berkembang meningkat 13% jadi 57.341 desa (76,5% dari jumlah desa), dan desa mandiri naik signifikan sebesar 80% menjadi 5.216 desa (7% dari jumlah desa).

Daya saing

Dari segi daya saing, juga ada peningkatan, meski belum terlalu signifikan. Ini terlihat dari indeks kemudahan berusaha atau ease of doing business index (EODB). Dalam Indeks Daya Saing Global 2018, Indonesia naik ke posisi 45. Tapi, dibanding negara tetangga di Asia Tenggara, posisi itu masih jauh tertinggal. Contoh, Thailand ada di posisi 38, Malaysia 25, dan Singapura 2.

Lalu untuk realisasi investasi, ada peningkatan, walau masih tidak signifikan. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi sepanjang semester I 2018 mencapai Rp 361,6 triliun, naik 7,4% dari periode sama 2017 sebesar Rp 336,7 triliun.

Sebanyak 15 paket kebijakan ekonomi yang Jokowi-JK keluarkan jadi salah satu pendorong investasi. Tambah lagi, tiga lembaga pemeringkat internasional memasukkan Indonesia dalam status layak investasi.

Namun, realisasi penanaman modal yang meningkat, ternyata tidak sejalan dengan penurunan angka pengangguran yang signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka per Februari 2018 mencapai 5,13%. Angka ini memang turun dari periode sama 2017 yang sebesar 5,33%.

Dari persentase tersebut, maka jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 6,87 juta orang, menyusut dari sebelumnya 7,01 juta orang. Penurunannya tak begitu nendang.
Dalam Nawa Cita, program ekonomi prioritas Jokowi-JK lainnya adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Kemudian, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Menurut Bhima, penurunan angka pengangguran masih bisa dikejar jadi 5%, asal pemerintah konsisten mendorong sektor industri, pertanian, dan ekonomi digital. Sayang, kondisi manufaktur di era Jokowi-JK tidak begitu bagus. Ini tampak dari terus menurunnya porsi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB). Di kuartal II 2018 bahkan sempat di bawah 20%. Ini cukup menghawatirkan karena manufaktur menyerap banyak tenaga kerja.

Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab stagnasi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam empat tahun Pemerintahan Jokowi-JK hanya berkisar 5%. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyebutkan, pertumbuhan ekonomi memang mencatat kenaikan tetapi sangat minim. “Memang harusnya bisa lebih lebih tinggi,” katanya.

Meski begitu, Hariyadi mengapresiasi inflasi yang cukup terkendali, di bawah 4%. Keberadaan Satgas Pangan dan pembangunan infrastruktur berkorelasi dengan harga kebutuhan pokok yang terjaga. Khususnya, harga pangan yang justru deflasi dalam dua bulan terakhir, Agustus dan September.

Capaian lainnya adalah realisasi penerimaan pajak yang masih tumbuh, juga keberhasilan Program Pengampunan Pajak atawa Tax Amnesty. Tapi, ada hal yang harus segera Pemerintahan Jokowi-JK kerjakan, yakni, menekan defisit transaksi berjalan yang mencapai 3% di kuartal II 2018.

Masih ada waktu satu tahun kejar target, Pak.?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×