kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Kelas Menengah Makin Tertekan Pungutan Pajak Hingga Pengetatan Subsidi di Tahun 2025


Senin, 23 Desember 2024 / 18:40 WIB
Kelas Menengah Makin Tertekan Pungutan Pajak Hingga Pengetatan Subsidi di Tahun 2025
ILUSTRASI. di tahun 2025 ada PPN 12%, kenaikan pajak membangun rumah sendiri, pemberlakuan tarif cukai MBDK, pengenaan opsen pajak, rencana pengetatan subsidi


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Reform on Economics (CORE) mengungkapkan, kekhawatiran terkait potensi tekanan pada daya beli masyarakat kelas menengah di tahun depan, seiring dengan diberlakukannya berbagai pungutan pajak maupun non pajak.

Mulai dari penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, kenaikan pajak membangun rumah sendiri, pemberlakuan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), pengenaan opsen pajak, rencana pengetatan subsidi.

Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa kondisi tersebut dapat mempengaruhi konsumsi rumah tangga, terutama bagi kelompok pendapatan menengah ke bawah yang rentan terhadap dampak ekonomi.

Yusuf menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, proporsi kelas menengah Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan ini menggambarkan ketidakmampuan banyak anggota kelas menengah untuk mempertahankan kesejahteraan mereka, yang terlihat dari pergeseran mereka ke kelas ekonomi yang lebih rendah. 

Baca Juga: Hujan Pungutan di 2025, Ekonom Khawatir Daya Beli Masyarakat Makin Anjlok

Di sisi lain, Yusuf menyoroti bahwa stimulus atau bantuan yang diberikan pemerintah untuk kelas menengah relatif terbatas jika dibandingkan dengan kelompok kelas bawah, yang lebih sering menerima bantuan sosial secara reguler. Hal ini tentu menjadi masalah, mengingat kelas menengah memiliki proporsi terbesar dalam konsumsi rumah tangga.

"Di saat yang bersamaan stimulus ataupun bantuan khusus untuk kelas ini memang tidak relatif berlimpah dibandingkan kelas pendapatan bawah," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (23/12).

Dengan adanya kenaikan tarif PPN menjadi 12% di tahun depan, Yusuf memperingatkan bahwa bantuan yang ada untuk meringankan dampak bagi kelas menengah masih belum memadai. 

"Sudah tentu dalam kondisi seperti ini potensi tertekannya daya beli kelas menengah akan semakin besar selama kemudian pemerintah tidak melakukan penyesuaian insentif yang diberikan terutama untuk kelompok kelas ini," katanya.

Menurut Yusuf, apabila daya beli kelas menengah semakin tertekan, maka hal ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan proporsi konsumsi yang besar dari kelas menengah, penurunan daya beli mereka bisa memperlambat laju pertumbuhan ekonomi yang sudah diproyeksikan pemerintah.

Selanjutnya: IHSG Naik ke 7.096 Hari Ini (23/12), Mulai Ada Net Buy Asing di BBRI dan BBNI

Menarik Dibaca: Prakerja dan Pembelajaran Fleksibel, Kunci Sukses SDM Indonesia di Masa Depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×