kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kebijakan Wajib Jadi Peserta JKN Harus Diikuti Peningkatan Pelayanan


Minggu, 06 Februari 2022 / 22:19 WIB
Kebijakan Wajib Jadi Peserta JKN Harus Diikuti Peningkatan Pelayanan
ILUSTRASI. Petugas melayani peserta BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Jakarta Barat, Senin (13/12/2021). Kebijakan Wajib Jadi Peserta JKN Harus Diikuti Peningkatan Pelayanan.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar mengatakan Inpres No 1/2022 dinilai sangat baik dalam mendongkrak kepesertaan program jaminan kesehatan nasional (JKN).

Namun upaya peningkatan kepesertaan juga harus diikuti dengan pelayanan dari program JKN terutama dalam meningkatkan sistem rujukan yang lebih mudah serta peningkatan unit-unit pengaduan di rumah sakit.

Diketahui dalam Inpres No 1/2012 masyarakat diwajibkan terdaftar sebagai peserta JKN apabila ingin mendapatkan pelayanan publik. Dalam Inpres tersebut diamanahkan kepada 30 Kementerian/Lembaga (K/L) hingga pemerintah daerah (Pemda) untuk optimalisasi pelaksanaan program JKN serta mendorong kepesertaan di masing-masing kewenangan.

Timboel mengkhawatirkan jika kepesertaan yang meningkat nantinya tidak diikuti dengan jumlah peserta yang aktif. Maka keberlanjutan kepesertaan juga menjadi poin yang perlu diperhatikan pemerintah. Keberlanjutan kepesertaan dapat terjadi apabila BPJS Kesehatan meningkatkan sistem pelayanan kepada peserta lebih baik lagi.

Baca Juga: Inpres No 1/2022 Instruksikan 30 K/L hingga Pemda Dorong Optimalisasi Program JKN

"Regulasi harus dibackup oleh yang utama pelayanan. Nggak hanya bisa wajib ikut tapi pelayanannya nggak ditingkatin nanti akhirnya malah bikin peserta jadi non aktif. Misal ada orang mau umroh ya udah bayar aja, tapi habis pulang umroh ngga aktif lagi kan bisa aja kayak gitu. Bagaimana keberlanjutan kepesertaan yang aktif itu yang dibutuhkan," kata Timboel kepada Kontan.co.id, Minggu (6/2).

Timboel juga mengkritisi ketentuan bahwa pekerja migran Indonesia (PMI) dan jamaah umroh diwajibkan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Ia menilai jika kelompok tersebut terdaftar maka mereka dinilai tidak akan menerima manfaat dari JKN apabila di negara mereka berada membutuhkan layanan medis.

"Kalau misal PMI diwajibkan yang bekerja kurang dari 6 bulan jadi peserta. Bagaimana JKN bisa melayani dia di sana di negara disana? Bagaimana masyarakat yang melakukan umrah ataupun haji ketika sakit bisa dijamin di sana? Karena faskes JKN tidak bisa melayani di luar negeri kan," ujarnya.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Sebut Siap Jalankan Instruksi Presiden No 1/2022

Pasalnya berdasarkan Undang-Undang SJSN, Timboel menyebut, dalam pasal 15 dengan jelas disebutkan bahwa peserta adalah orang yang mendaftar dan mendapat manfaat dari program tersebut.

Oleh karenanya Timboel memberikan usulan agar dapat diberlakukan sistem reimburse bagi peserta JKN yang melakukan perawatan medis di luar negeri. Dalam hal ini adalah PMI dan juga jamaah umroh.

Baca Juga: Dorong Kemandirian, DPR Dukung OMAI Fitofarmaka Masuk Formularium Nasional JKN

"Mungkin ini bisa diperlakukan misal PMI mendaftar bayar iuran. Kemudian pergi ke luar negeri di Malaysia lalu dia misal kena demam berdarah. Lalu tinggal tinggal lihat di Permenkes tentang INA-CBG's demam berdarah itu berapa, nanti bayar di sana, lalu nanti reimburse perawatannya," pungkasnya.

Namun pada dasarnya Timboel sangat mengapresiasi adanya Inpres No 1/2022 dalam optimalisasi pelaksanaan program JKN. Terutama dalam peningkatan kepesertaan dari program JKN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×