Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan menghapus Premium dan Pertalite, dua produk bahan bakar minyak (BBM) yang dijual Pertamina.
Peneliti Institute of Development and Economics Finance (Indef) Abra Talattov, mewanti-wanti agar pemerintah tidak gegabah dan terburu-buru dalam mengambil keputusan ini.
Sebab, pemerintah harus juga memperhitungkan baik dan buruknya bagi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
“Selain itu, masih adanya kenaikan di komoditas energi, ketika Premium dan Pertalite ini dihapus, apalagi dihapusnya tahun depan misalnya, pasti akan berdampak yang luar biasa besar bagi ekonomi dan sosial. Karena masyarakat diharuskan mengeluarkan tambahan biaya dan pengeluaran,” kata Abra kepada Kontan.co.id, Senin (27/12).
Baca Juga: Premium dan Pertalite Akan Dihapus, Pemerintah Susun Roadmap BBM Ramah Lingkungan
Dari situ, kenaikan 2 BBM ini juga akan menimbulkan kenaikan-kenaikan harga, baik dari sisi transportasi dan juga bahan pokok. Artinya selain masyarakat harus kehilangan alternatif BBM murah, masyarakat juga akan berpotensi menghadapi harga BBM yang lebih tinggi lagi ditahun mendatang.
Menurutnya, ketika akan berencana menghentikan penjualan BBM jenis Premium dan Pertalite dari pasaran, pemerintah perlu memikirkan momen yang tepat.
Terlebih di 2022 mendatang sebaiknya pemerintah lebih memikirkan dan fokus pada pemulihan ekonomi, agar konsolidasi fiskalnya dapat tercapai, dan deficit APBN di 2023 bisa di bawah 3%.
“Jangan sampai target-target tadi buyar karena satu kebijakan yaitu menghilangkan 2 BBM tersebut, bahkan bisa jadi efek domino ke sektor lain,” jelas Abra.
Senada, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki mengatakan, jika pemerintah ingin menghapus kedua BBM tersebut, maka pemerintah terlebih dahulu harus mempertimbangkan subsidi energi yang lebih efektif agar masyarakat bisa memperoleh manfaatnya.
“Misalnya dengan kartu miskin atau kartu sejenisnya, masyarakat mampu memperoleh subsidi langsung ketika membeli atau mengonsumsi energi,” tutur Yayan.
Menurutnya, meskipun cara ini terbilang rumit, tetapi pendekatannya lebih efektif dalam menghemat subsidi energi, karena alangkah baiknya jika subsidi energi yang tidak efektif ini digunakan untuk sekolah gratis atau subsidi energi alternatif.
Lebih lanjut, Yayan menilai, memang opsi pada BBM Pertalite dan Premium ada karena untuk mengurangi beban masyarakat yang tidak mampu membeli energi fossil yang lebih mahal.
Baca Juga: Pernyataan Pertamina: Tidak Ada Satu Pun Pekerja yang Mengalami Pemotongan Gaji
Tetapi, Ia melihat yang menggunakan kedua BBM ini adalah orang kaya yang punya mobil dan mungkin tidak mau menggunakan BBM yang tidak bersubsidi seperti Pertamax.
“Jadi disini ada masalah in efektivitas dari penggunaan subsidi. Sayangnya subsidi energi efektif digunakan bagi masyarakat yang memang menggunakan, apalagi subsidi fosil memberikan dampak negatif dua kali yaitu mendorong penggunaan energi fosil yang lebih besar karena harganya murah dan meningkatkan impor energi fossil yang semakin mahal,” jelasnya
Artinya, Yayan bilang, secara ekonomis subsidi untuk kedua BBM tersebut memang merugikan untuk keuangan negara, dan penambahan karbondioksasi terhadap efek rumah kaca.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News