Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan laporan di situs Kementerian Kesehatan, dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Imran Pambudi menyampaikan, kemarau diperkirakan akan meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk. Sebab, nyamuk akan sering menggigit ketika suhu meningkat.
Kasus DBD di Indonesia mengalami pemendekan siklus, yang mengakibatkan peningkatan incidence rate (IR) dan penurunan case facility Rate (CFR). “Terjadi pemendekan siklus tahunan dari 10 tahun menjadi 3 tahun bahkan kurang, yang disebabkan oleh fenomena El Nino,” kata Imran, dikutip dari situs Kemenkes,Jumat (14/6).
Kasus DBD berhasil diturunkan sekitar 35% pada 2023 dan awal 2024. Tapi pada pekan ke-22 2024, kasus DBD kembali mengalami kenaikan mencapai 119.709 kasus. Angka ini lebih tinggi dibandingkan total kasus DBD pada 2023 yang mencapai 114.720 kasus. “Jumlah kasus DBD saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2023,” jelas dr. Imran.
Meskipun kasus DBD meningkat, jumlah kasus kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2023, jumlah kematian akibat DBD mencapai 894 kasus, sedangkan pada 2024 minggu ke-22 terdapat 777 kasus kematian.
Di tengah lonjakan kasus DBD di Indonesia, PT Takeda Innovative Medicines mendukung Kemenkes untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman masyarakat terhadap bahaya DBD.
Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines mengungkapkan bahwa DBD merupakan ancaman yang akan ada terus-menerus, terlepas dari musim penghujan atau bukan. Semua orang bisa terkena DBD tanpa memandang usia.
"Kami memerangi DBD melalui pencegahan inovatif kami dengan memastikan ketersediaan akses bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Selain itu, menjalin kemitraan yang kuat bersama-sama dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai tujuan bersama ‘nol kematian akibat DBD di tahun 2030," kata Andreas, dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (20/6).
Baca Juga: Musim Kemarau, Kemenkes Ingatkan Kasus DBD Bisa Melonjak
dr. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes menyatakan, menangani penyakit endemik seperti DBD memerlukan sinergi yang kuat antar pemerintah, sektor swasta, industri, dan masyarakat. "Kami sangat terbuka untuk dapat bekerja sama dengan berbagai pihak di Indonesia demi memberantas DBD,”
Berbagai berbagai upaya telah dilakukan bersama. Mulai dari penerapan Gerakan 3M Plus yang berkesinambungan, yang sudah kita lakukan selama lebih dari satu decade, Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), yang telah terbukti membantu menekan kasus DBD di banyak daerah.
Terbaru teknologi nyamuk ber-Wolbachia yang telah kami implementasikan beberapa waktu lalu. Namun demikian, kasus dengue yang meningkat sangat signifikan di awal tahun ini, menjadi alarm bagi kita semua untuk dapat mencari solusi inovatif yang dapat melengkapi upaya-upaya tersebut. Salah satu yang sedang dipertimbangkan adalah dengan mengenalkan vaksin, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas DBD tinggi."
Menurut Andreas, perlindungan diri yang komprehesif menjadi penting untuk dapat terhindar dari beban penyakit tersebut. “Untuk itu, kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengambil langkah proaktif dengan menerapkan gerakan 3M Plus secara konsisten dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang intervensi inovatif pencegahan salah satunya melalui vaksinasi," terang Andreas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News