Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII dan holding pertambangan BUMN MIND ID berlangsung panas. Anggota Komisi VII Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir ingin mengusir Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak dalam rapat yang digelar Selasa (30/6) ini.
Awalnya, Nasir mempermasalahkan perihal divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sahamnya diserap oleh holding pertambangan BUMN yang saat ini bernama PT Inalum (Persero), pada 21 Desember 2018 lalu.
Baca juga: Beramal, Ahok lelang baju batik di sidang kasus penistaan agama, harga mulai Rp 54
Meski 51,23% saham Freeport Indonesia kini sudah berada di entitas Indonesia, namun Natsir tetap mempermasalahkan aksi korporasi tersebut. Menurutnya, sekalipun MIND ID tidak membeli, Freeport Indonesia seharusnya bisa menjadi milik Indonesia saat Kontrak Karya (KK) yang dimilikinya sudah habis.
Natsir pun mencurigai aksi divestasi Freeport Indonesia ini tak hanya soal bisnis, tapi mengandung unsur politis karena mendekati tahun Pemilu. Apalagi, sambungnya, MIND ID harus berutang sebesar US$ 4 miliar untuk membeli mayoritas saham Freeport Indonesia yang dihargai US$ 3,85 miliar tersebut.
Tak puas dengan aksi korporasi itu, Natsir pun mengusulkan agar Komisi VII membuat Panitia Khusus (Pansus) terkait divestasi saham Freeport Indonesia. Natsir pun kembali mempermasalahkan saat MIND ID menerbitkan lagi surat utang sebesar US$ 2,5 miliar pada Mei lalu. "Kami minta bentuk saja Pansus kalau nggak jelas pembelian saham dan ini harus utang lagi," kata Natsir.
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak menjelaskan bahwa penerbitan kembali surat utang itu diperlukan untuk menjaga kinerja keuangan holding pertambangan. Orias membeberkan, dana hasil penerbitan global sebesar US$ 2,5 miliar itu akan digunakan untuk sejumlah kebutuhan.
Itu antara lain, dana sebesar US$ 1 miliar akan digunakan untuk refinancing utang pembelian saham Freeport Indonesia yang akan jatuh tempo pada tahun 2021 dan 2023 mendatang. Adapun, tenor global bond untuk mengakuisis Freeport Indonesia teridir dari 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun sejak diterbitkan pada 2018 lalu.
"Jadi tekanan bagi kami untuk membayar utang di tahun depan bisa berkurang, nggak seberat dibandingkan jika kita tidak melakukan apa-apa. Jadi kami beli balik dengan tenor lebih panjang supaya tidak ada tekanan cashflow," jelas orias.
Baca juga: Harga mobil baru ini diskon Rp 50 juta hingga Rp 300 juta, tapi stok terbatas
Orias juga meyakinkan, penerbitan surat utang tersebut tidak akan mengancam aset BUMN tambang, lantaran tidak ada yang dijaminkan dalam utang tersebut.