Reporter: Agustinus Beo Da Costa, Anna Suci Perwitasari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mega proyek pembangunan jaringan pipa gas Kalimantan-Jawa (Kalija) masuk pengadilan. PT Kalimantan Jawa Gas (KJG), perusahaan pemilik proyek jaringan Kalija yang mayoritas sahamnya dimiliki PT Perusahaan Gas Negara Tbk, digugat PT Dwisatu Mustika Bumi dan PT Berkah Mirza Insani.
Kedua perusahaan itu telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 10 Desember 2014. Mereka menuntut ganti rugi serta hak menggarap proyek pemasangan pipa Kalija I senilai US$ 85,7 juta atau sekitar Rp 1 triliun. "Sidang awal dilaksanakan 24 Maret 2015," kata Djuhair Hasan, External Relation Departmeni Dwisatu Mustika, Senin (16/2).
Dwisatu Mustika dan Berkah Mirza bergabung dalam konsorsium PBVJ Group Sdn Bhd Malaysia. Konsorsium ini meraih proyek pemasangan pipa gas bawah laut proyek Kalija I. Pipa ini menghubungkan Blok Kepodang di lepas Pantai Jepara menuju PLTGU Tambak Lorok Semarang sepanjang 207 kilometer.
KJG dan konsorsium ini telah meneken kontak perjanjian pada 26 Agustus 2014. Namun, kontrak tersebut diputus KJG pada 27 Oktober 2014.
KJG menilai konsorsium Dwisatu Mustika tidak dapat memberikan jaminan pelaksanaan pekerjaan proyek. Dengan nilai pekerjaan mencapai US$ 85,7 juta, konsorsium Dwisatu Mustika seharusnya memberikan jaminan sekitar 10% dari total nilai proyek.
Jurubicara PGN Irwan Andri Atmanto menjelaskan, KJG sudah memberi perpanjangan waktu Dwisatu Mustika untuk mengurus jaminan, tapi tak bisa dipenuhi. "Agar tak berlarut, KJG memutus kontraknya. Sebab KJG terikat komitmen untuk menyelesaikan proyek pada kuartal III-2015" kata Irwan, kepada KONTAN, kemarin (16/2).
Wahid Sutopo, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PGN, menjamin, proyek Kalija tetap berjalan sesuai rencana kendati ada gugatan ini. Kini, proyek tersebut digarap PT PGAS Solution. Anak usaha PGN ini menggandeng TL Offshore-Encona Consortium.
Djuhair membenarkan bahwa konsorsium ini mendapat perpanjangan waktu untuk mengurus jaminan bank. Persoalannya, mereka sulit mendapatkan dukungan bank karena KJG tak memberikan dokumen legalitas, serta perubahan posisi pemegang saham KJG yang terbaru. Padahal, kata Djuhair, bank perlu tahu pemilik KJG yang akan membayar proyek tersebut.
Sebab, komposisi kepemilikan saham KJG berubah. Semula, Grup Bakrie memiliki 100% saham KJG melalui PT Bakrie and Brothers yang memiliki 20% saham KJG, sementara 80% dikuasai PT Energas Daya Pratama.
Sekitar Maret 2014, porsi pemilik KJG berubah. PGN menguasai 80% KJG, sementara Bakrie & Brothers menguasai 20%. Menurut Djuhair, dokumen legalitas perubahan pemegang saham itulah yang diminta bank. Tapi, KJG tak memberikannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News