kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jokowi terkejut dengar hibah DKI Rp 5 triliun


Senin, 27 Januari 2014 / 09:43 WIB
Jokowi terkejut dengar hibah DKI Rp 5 triliun
ILUSTRASI. Kapal kargo curah PT Pelita Samudera Shipping Tbk (PSSI).


Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tampak terkejut begitu mengetahui dana hibah yang tercantum dalam APBD DKI 2014 mencapai Rp 5 triliun. Jumlah ini meningkat Rp 1,3 triliun dari APBD DKI 2013 sebesar Rp 3,7 triliun.

"Hah... Masak? Tolong saya diingati ya, nanti tak cek. Eh, bener loh ingati saya, entar tak cek," kata Jokowi, Minggu (26/1/2014).

Jokowi mengatakan, hibah yang dialokasikan Pemprov DKI Jakarta itu sebagian besar dipergunakan untuk daerah penyangga. Misalnya, untuk pembebasan lahan dan pembongkaran villa di Bogor. Pemberian hibah itu untuk mendukung upaya antisipasi banjir Ibu Kota.

Jokowi pun memperingatkan para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan DPRD DKI. Jangan sampai, anggaran hibah yang bernilai fantastis itu dipergunakan untuk kepentingan pemilu di 2014.

"Dicek, jangan sampai bansos dan hibah dipakai untuk hal-hal yang berkaitan copras capres caleg 2014. Peningkatannya besar sekali itu, makanya harus dicek biar enggak ada prasangka dan suudzon," ujar Jokowi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, anggaran yang dialokasikan untuk sembilan daerah penyangga pada APBD 2014 hanya sekitar Rp 45 miliar. Jumlah itu masih sebagian kecil dibandingkan dengan nilai hibah yang dialokasi.

Politis

Pada kesempatan berbeda, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menduga lonjakan dana itu sebagai anggaran politis DPRD DKI Jakarta, karena tahun 2014 merupakan tahun politik. Oleh karena itu, ia meminta ICW membantu mengawasi angggaran.

Selain hibah, ada juga program belanja yang merupakan pokok pikiran (pokir) anggota DPRD DKI Jakarta dalam APBD DKI. Pokir ini tersebar di seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI Jakarta.

Secara aturan, menurut dia, pokir tidak salah. Namun, menjadi masalah saat pokir tapi tidak jelas penggunaannya. Misalnya hanya untuk bagi-bagi proyek seperti pengadan meja pingpong, kursi, meja sekolah, filling cabinet, dan sebagainya. Lebih baik anggaran berlebih itu dipangkasnya dan menjadi sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa).

Lonjakan anggaran untuk pendidikan

Anggota Komisi C (keuangan) DPRD DKI Jakarta S Andyka mengatakan, peningkatan anggaran hibah berasal dari sektor pendidikan. Misalnya untuk peningkatan mutu pendidikan, DKI juga mengalokasikan hibah untuk perguruan tinggi swasta seperti Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Tahun ini, DKI juga banyak ingin mengubah sekolah swasta menjadi negeri, maka hibah yang diberikan juga lebih tinggi, agar layak digunakan. Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, dana hibah itu diberikan ke berbagai bidang, seperti bidang keagamaan, kesejahteraan masyarakat, olahraga, kepolisian, TNI, dan lainnya. Misalnya untuk sektor olahraga, Pemprov DKI mengalokasikan hibah hingga ratusan miliar untuk KONI. Untuk dapat memutuskan sebuah nilai anggaran, ada proses verifikasi nya terlebih dahulu.

Sebelum Gubernur menyetujui angka tersebut, SKPD dan UKPD yang memberikan rekomendasi terkait mata anggaran dengan nilai anggarannya. Kendati demikian, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI itu menampik kalau dana hibah dialokasikan untuk kepentingan politis politisi Kebon Sirih. Dana hibah itu, menurut Andyka, juga dialokasikan ke organisasi politik dan masyarakat, bukanlah untuk masing-masing kepentingan anggota DPRD.

E-budgeting

Beberapa waktu lalu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah menemukan adanya penyalahgunaan penyaluran dana bansos dan hibah di APBD DKI 2012. Saat itu, BPKP merilis ada anggaran sebesar Rp 8,32 miliar untuk bantuan sosial dan hibah dengan 191 penerima baru. Padahal dalam pembahasan APBD tersebut, ratusan penerima itu tidak ada.

Salah satu antisipasi dalam penyalahgunaan anggaran itu adalah dengan menerapkan e-budgeting. Melalui sistem tersebut, Gubernur, Wakil Gubernur beserta Kepala badan pengawasan keuangan daerah (BPKD) memiliki wewenang untuk mengunci anggaran dan dana hibah yang mencurigakan. Sehingga, nantinya anggaran tidak dapat terpakai.

"Kalau kita (DKI) lock duluan sebelum APBD diketok (disahkan), mereka (DPRD) enggak akan ketok ketok. Jadi, biarin saja diketok dulu, nanti baru yang mencurigakan kita lock, pasti ada yang ribut-ribut," kata Basuki. (Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×