kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Jelang Munas Golkar, isu politik uang memanas


Jumat, 19 Februari 2016 / 10:57 WIB
Jelang Munas Golkar, isu politik uang memanas


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Dugaan politik uang mencuat menjelang pemilihan ketua umum dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar yang rencananya akan digelar pada April mendatang.

Meski belum terbukti, dugaan bagi-bagi uang ini membuat suhu politik menjadi panas karena diungkapkan langsung oleh elite partai berlambang pohon beringin itu.

Adalah Plt Ketua DPD I Golkar Sumatera Utara Nurdin Halid yang pertama kali melempar isu dugaan politik uang ini.

Menurut dia, ada pengakuan dari salah satu Ketua DPD II di wilayah Sulawesi Utara yang dijanjikan uang oleh seorang calon ketua umum untuk memberikan surat dukungan.

"Pengakuan DPD II dia dijanjikan 10.000 Dollar Singapura untuk memberi surat dukungan," kata Nurdin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/2/2016).

Pada Munas Bali pada akhir 2014 lalu, surat dukungan ini dijadikan persyaratan untuk bisa mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum Golkar.

Untuk menjadi calon ketua umum, minimal mengantongi 30 persen surat dukungan dari DPD I dan II serta organisasi sayap.

Nurdin belum mau mengungkapkan identitas pengurus DPD II atau pun calon ketua umum yang dimaksud.

Sebab, saat ini belum ada bukti kuat atas pengakuan itu. Namun, menurut Nurdin, pengurus DPD II itu akan segera menyerahkan bukti kepadanya.

"Setelah ada bukti, akan saya buka," ucap Plt Ketua DPD I Sumatera Utara ini. Dugaan politik uang ini dibicarakan oleh para Ketua DPD I saat berkumpul di kediaman Nurdin, Rabu (17/2/2016) malam.

Dalam pertemuan itu, lahir sejumlah kesepakatan untuk menghindari politik uang.

Para calon ketua umum dipersilahkan melaksanakan silaturahmi atau penyampaian visi misinya kepada DPD II Golkar se-Indonesia, namun harus di bawah kendali dan koordinasi DPD I Golkar.

Apabila ada DPD II Golkar yang melakukan komunikasi dengan caketum tanpa sepengetahun DPD I Golkar, maka DPD I Golkar diwajibkan melakukan tindakan organisasi sesuai AD/ART.

DPD I dan II Golkar dalam menerima sosialisasi dari caketum, juga tidak dibenarkan membuat atau memberikan surat dukungan.

Belum terbukti

Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo juga mengaku mendengar dugaan politik uang jelang Munas Golkar.

Namun, tim sukses Ade Komarudin ini, tidak bisa memastikan kebenarannya sehingga tak mau asal bicara.

"Saya juga mendapat informasi ada caketum yang bagi-bagi uang mulai Rp 5 juta hingga 20.000 dolar AS dan menjanjikan 1-2 miliar rupiah satu suara saat pemilihan nanti. Entah benar entah tidak namanya juga rumor atau informasi," ujar Bambang.

Bambang memastikan Ade Komarudin tidak melakukan politik uang saat bersilaturahim dengan pengurus daerah.

Ia menilai, pernyataan Nurdin tidak perlu ditanggapi serius karena belum terbukti. Nurdin juga tidak berani menyebut siapa pengurus DPD II dan calon ketua umum yang dimaksud.

"Kenapa harus panik. Santai saja," ucap dia.

Namun, Bambang mengakui pihaknya sudah mengumpulkan surat dukungan dari DPD I dan II.

Saat ini, kata dia, surat dukungan yang berhasil dikumpulkan sudah melebihi 30 persen atau minimal syarat yang diatur dalam AD/ART untuk maju sebagai Ketum Golkar.

"Mereka spontan menyerahkan dukungan karena itu perintah AD/ART. Tanpa paksaan dan iming-iming," kata Bambang.

Selidiki

Sementara itu, Mahyudin yang juga sudah mendeklarasikan diri sebagai calon ketua umum, mengaku belum mendengar adanya politik uang menjelang Munas.

Dia berharap hal tersebut tidak terjadi.

"Saya berharap tidak ada kejadian seperti itu dalam Munaslab. Saya tidak punya duit kalau seperti itu. Kalau saya soal menjual pikiran konsep visi dan misi. Saya tidak harus merendahkan diri saya seperti itu," kata Mahyudin saat dihubungi, Kamis (18/2/2016).

Mahyudin menilai, sebaiknya masalah ini jangan dibawa ke ranah publik karena belum terbukti.

Menurut dia, akan lebih baik jika masalah ini diselidiki dulu secara internal.

"Harusnya jadi catatan dan diselidiki. Perlu selidiki secara hukum. Kalau di Golkar kan banyak pejabat, kalau dia dikasih 10.000 dollar apakah masuk gratifikasi?" ucap dia. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×