kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

JBIC tunggu keputusan RI soal proyek PLTU Batang


Senin, 19 Januari 2015 / 17:59 WIB
 JBIC tunggu keputusan RI soal proyek PLTU Batang
ILUSTRASI. Daftar Makanan untuk Melancarkan Menstruasi.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Japan Bank for International Cooperation (JBIC) menunggu keputusan pemerintah Indonesia terkait lanjut atau tidaknya proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Gubernur JBIC Hiroshi Watanabe menyampaikan bahwa JBIC siap mendukung apa pun keputusan pemerintah Indonesia.

“Tapi yang jelas kami berupaya untuk mendiversifikasikan sumber daya energi yang sangat penting. Dalam kasus Indonesia, sangat beruntung Indonesia punya gas, minyak, batu bara, geothermal, dan juga hidro, bagaimana untuk membuat energi mix, keputusan ada di pemerintah Indonesia,” kata Watanabe di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (19/1/2015) seusai bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla.

Menurut Watanabe, proyek pembangunan PLTU Batang ini tidak ikut dibahas dalam pertemuannya dengan Kalla. Dalam pertemuan hari ini, JBIC menyampaikan keinginannya untuk meningkatkan kerja sama dengan Indonesia. Watanabe juga berkomentar mengenai rencana pemerintah untuk membatalkan tiga proyek dari investor Jepang. Menurut dia, Jepang akan menghormati langkah pemerintah Indonesia tersebut jika memang tiga proyek itu tidak menjadi prioritas.

JBIC akan membicarakan lebih lanjut bagaimana kerjasama Indonesia dengan JBIC bisa tetap berjalan meskipun ada prioritas yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Belum diketahui apakah PLTU Batang ini masuk dalam tiga proyek investor Jepang yang akan dibatalkan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago hanya menyebut proyek kereta supercepat Shinkansen rute Jakarta-Bandung-Surabaya sebagai salah satu proyek yang akan dibatalkan.

“Tentu saja pemerintah baru punya prioritas. Tapi menurut saya, prioritas yang sempit tidak akan masuk akal. Indonesia punya demand yang besar di setiap sudut daerah, sektor, industri, dan masyarakat, jadi cara membuat prioritas adalah tugas yang sangat penting bagi pemerintah baru, tapi seperti yang Wapres Anda katakan, tetap kita berpegang pada prioritas,” tutur dia.

Hingga kini, Indonesia masih menjadi pelanggan JBIC terbesar di Asia. Ia berharap kerja sama dengan Indonesia ini bisa ditingkatkan, terlebih Jepang dan Indonesia memiliki banyak persamaan, salah satunya sama-sama merupakan negara maritim.

Sebelumnya, anggota parlemen Jepang Mizuho Fukushima mendukung warga Batang yang menolak pembangunan proyek PLTU Batang. Ia mendesak pemodal PLTU Batang, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Ekonomi Jepang untuk membatalkan megaproyek yang dianggap memberikan dampak buruk bagi iklim di Indonesia itu. Mizuho juga beranggapan PLTU yang pengoperasiannya memakai batu bara akan menyisakan limbah yang sangat buruk pengaruhnya bagi lingkungan sekitar Batang.

PLTU Batang merupakan proyek yang melibatkan pendekatan dengan masyarakat di tiga desa yang menjadi lokasi pembangunan proyek, yakni Ponowareng, Ujungnegoro, Karanggeneng, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. PLTU Batang berteknologi pulverized coal supercritical itu merupakan satu dari proyek KPS dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Dalam proyek PLTU Batang, pemerintah menggandeng swasta, yakni PT Bhimasena Power Indonesia yang merupakan konsorsium beranggotakan Adaro dengan dua perusahaan asal Jepang yakni J Power dan Itochu. Proyek sebesar 2 x 1.000 MW ini menelan dana sekitar Rp 30 triliun. Sementara total lahan yang dipakai mencapai 220 hektar. Namun masih 15 persen atau sekitar 33 hektar belum dibebaskan.(Icha Rastika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×